Kredit 'Nganggur' Masih Banyak, Ekonomi RI Lesu?

Kredit 'Nganggur' Masih Banyak, Ekonomi RI Lesu?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Rabu, 10 Jul 2019 06:44 WIB
1.

Kredit 'Nganggur' Masih Banyak, Ekonomi RI Lesu?

Kredit Nganggur Masih Banyak, Ekonomi RI Lesu?
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan undisbursed loan atau kredit yang belum dicairkan oleh nasabah sebesar Rp 1.564 triliun naik 6,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Ekonom menyebut, kenaikan kredit yang masih menganggur di perbankan ini terjadi karena kondisi ekonomi yang belum kondusif. Pelaku usaha masih wait and see untuk menjalankan usahanya.

Lalu, bagaimana caranya agar kredit nganggur ini berkurang dan penyaluran kredit menjadi lancar?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut berita selengkapnya:

Kredit yang belum dicairkan oleh nasabah tercatat Rp 1.564 triliun. Angka ini meningkat sekitar 6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 1.474 triliun.

Pada April 2019, kredit yang diberikan tercatat Rp 5.363 triliun. Ini artinya jumlah kredit yang masih nganggur di perbankan ada sekitar 29,4% dari keseluruhan kredit. Angka ini terdiri dari kredit yang sudah commited Rp 370 triliun dan yang uncommitted Rp 1.194 triliun.

Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan tingginya undisbursed loan terjadi karena ada masalah pada permintaan dan penawaran di perekonomian Indonesia.

Menurut dia, dari sisi permintaan pelaku usaha belum berani untuk menambah pencairan kredit, meskipun sudah masuk commited.

"Ini karena risiko dunia usaha yang masih tinggi, pengusaha masih wait and see, karena tambah kredit untuk ekspor ada risiko perang dagang dan perlambatan harga komoditas," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Selasa (9/7/2019).

Dia mengungkapkan, bunga kredit yang mahal juga menyebabkan pengusaha enggan segera mencairkan permohonan kredit. Hal ini karena, tingginya bunga akan berkontribusi terhadap naiknya biaya pinjaman ke pengusaha tersebut.

"Selain itu, banyak juga yang menunggu susunan kabinet untuk memetakan kebijakan teknis yang berpengaruh ke dunia usaha dan investasi," jelas dia.

Sementara itu dari sisi bank, ada faktor menghindari risiko kredit macet. Saat ini beberapa bank juga masih dalam tahap konsolidasi yakni melakukan aksi bersih-bersih kredit bermasalah yang masih ada di bank.

"Daripada terlalu agresif nanti, NPL naik dan laporan keuangan bank jadi kurang menarik," jelas dia.


Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan tingginya undisbursed loan pada perbankan mencerminkan lambatnya perekonomian nasional.

Hal ini karena permintaan pencairan kredit yang rendah, risiko dunia usaha yang masih tinggi. Pengusaha yang masih wait and see karena risiko luar maupun dalam negeri.

Suku bunga yang tinggi juga membuat pengusaha agak malas mencairkan kredit karena ini akan mempengaruhi biaya pinjaman.

Bank juga waspada dengan risiko rasio kredit bermasalah.

"Jadi bisa disimpulkan memang terjadi perlambatan ekonomi yang menaikkan tingkat risiko," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Selasa (9/7/2019).

Dia mengungkapkan, undisbursed loan ini akan turun dengan sendirinya jika siklus ekonomi dalam masa pemulihan. Karena itu, memang harus menunggu perkembangan ekonomi global dan domestik.

Statistik perbankan Indonesia (SPI) periode April 2019 mencatat undisbursed loan atau kredit yang belum dicairkan oleh nasabah tercatat Rp 1.564 triliun angka ini meningkat sekitar 6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 1.474 triliun.

Pada April 2019, kredit yang diberikan tercatat Rp 5.363 triliun. Ini artinya jumlah kredit yang masih nganggur di perbankan ada sekitar 29,4% dari keseluruhan kredit. Angka ini terdiri dari kredit yang sudah commited Rp 370 triliun dan yang uncommitted Rp 1.194 triliun.


Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan untuk mengurangi jumlah undisbursed loan di perbankan maka pemerintah harus meningkatkan kepercayaan pelaku usaha.

"Solusinya tidak ada cara lain kecuali memperbaiki fundamental perekonomian dan kepercayaan pelaku usaha. Kalau bisa reshuffle menteri ekonomi secepatnya, sebelum Oktober, makin cepat, makin clear dan confidence pengusaha bisa sedikit pulih," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Selasa (9/7/2019).

Dia mengungkapkan, jika perekonomian nasional bisa tumbuh di atas 5,4% maka undisbursed loan di perbankan akan berkurang. Penyaluran kredit bisa lebih lancar dan perekonomian bisa terus bergerak.

Bhima mengatakan selain perekonomian, penurunan bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan suku bunga kredit perbankan juga perlu diturunkan untuk meningkatkan penyaluran kredit.

"Bunga juga urgen, harus turun," kata dia.

Sekadar informasi, saat ini suku bunga acuan BI berada di level 6% dengan dengan deposit facility 5,25% dan lending facility 6,75%.

Statistik perbankan Indonesia (SPI) periode April 2019 mencatat undisbursed loan atau kredit yang belum dicairkan oleh nasabah tercatat Rp 1.564 triliun angka ini meningkat sekitar 6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 1.474 triliun.

Pada April 2019, kredit yang diberikan tercatat Rp 5.363 triliun. Ini artinya jumlah kredit yang masih nganggur di perbankan ada sekitar 29,4% dari keseluruhan kredit. Angka ini terdiri dari kredit yang sudah commited Rp 370 triliun dan yang uncommitted Rp 1.194 triliun.



Simak Video "Video: Terlalu! Analis Kredit Bank Jambi Bobol Rekening Nasabah Rp 7,1 M"
[Gambas:Video 20detik]
Hide Ads