Saat bertemu dengan awak media, Rudy sedikit bercerita terkait kasus skandal hak tagih piutang (cessie) yang membuat dirinya sempat mencicipi tidur di penjara.
Dulu, saat dunia perbankan di Indonesia sedang goyang, Bank Indonesia (BI) sempat mengeluarkan jaminan untuk pembayaran bank umum yang mau membantu bank-bank yang kesulitan likuiditas. Saat itu Bank Bali sempat diminta pejabat BI untuk menjadi bank rekap untuk membantu bank-bank yang kesulitan likuiditas.
"Karena dorongan pejabat BI saat itu, akhirnya Bank Bali mengucurkan pinjaman dana antar bank ke Bank Umum Nasional, Bank Tiara, BDNI dan bank lainnya yang jumlahnya sekitar Rp 1,3 triliun," terangnya di Penang Bistro, Jakarta, Rabu (24/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, dari jumlah piutang tersebut, sebanyak Rp 946 miliar tidak bisa ditagih. Saat itu Rudy merasa dijerumuskan oleh oknum BI.
Bank Bali juga sempat bekerjasama dengan PT Era Giat Prima (EGP). Perusahaan yang saat itu dipimpin oleh Setya Novanto dan Djoko Tjandra itu diminta untuk membantu menagih yang ganjarannya mendapatkan sebagian dari piutang tersebut.
Nah, singkat cerita, proses penagihan itu berbelit hingga akhirnya muncul skandal cessie. Banyak dari pejabat-pejabat dan bos besar menjadi tersangka, termasuk Rudy.
Akibat tidak dibayarnya pinjaman antar bank itu, terjadi rentetan peristiwa yang mengakibatkan Bank Bali akhirnya harus ikut direkap senilai Rp 1,4 triliun. Selama dalam program rekap, Bank Bali di bawah penanganan BPPN.
Setelah itu, BPPN menunjuk Standard Chartered Bank (SCB) untuk menangani dan menyehatkan Bank Bali. SCB, kata Rudy, malah meminta BPPN untuk menjadikan Bank Bali sebagai kategori BTO (bank take over).
Hingga akhirnya dimerger dengan 4 bank lainnya menjadi Bank Permata. Kemudian Bank Permata dibeli oleh SCB.