Misalnya, untuk transportasi dari kos di kawasan Setiabudi ke kantor ia menggunakan layanan ojek online yang pembayarannya menggunakan dompet digital. Kemudian untuk membeli makanan biasanya ia menggunakan fitur pesan antar dari layanan ojek online tersebut. Kalaupun ia harus membeli langsung, ia akan mencari toko yang bisa menerima pembayaran menggunakan layanan QR code.
"Ya supaya simpel aja, lagipula mereka (penyedia emoney/dompet elektronik) suka kasih cashback juga. Cari yang efisien aja, nggak ribet pakai uang kembalian apalagi dikasih permen," tambah kala berbincang dengan detikFinance pekan lalu.
Namun, kini ia memiliki akun aktif PayLater di salah satu penyedia jasa dompet elektronik dengan limit Rp 5.000.000. Cara kerja PayLater ini hampir mirip dengan kartu kredit. Jadi transaksi dulu, baru bayar tagihan kemudian. Ia menggunakan limit ini untuk membeli tiket pesawat dan hotel atau kebutuhan liburannya.
"Sama sih kayak kartu kredit, tapi ini nggak ada fisiknya aja. Tagihannya tetap sama, bisa dibikin cicilan per bulan juga dan bisa dibayar satu bulan setelah transaksinya. Lebih enak aja, nggak perlu masukin nomor kartu atau CVV segala. Ya memang dia ada biaya layanan, tapi sama lah kalau kartu kredit ada biaya tahunan juga," imbuh dia.
Kemudian, Retno (24) salah satu pegawai swasta mengatakan ia bahkan saat ini tak memiliki dompet seperti orang pada umumnya. Untuk kartu identitas seperti KTP dan kartu pengenal perusahaan ia selipkan di lanyard atau tempat id card yang menggantung di leher.
Ia memiliki pouch yang disiapkan untuk menyimpan uang receh kertas maupun koin. "Biasanya kalau bayar-bayar ya pakai QR code aja atau uang elektronik. Tapi kalo butuh uang tunai, nggak ada kartu biasa ambil di ATM pakai fitur tarik tunai. Segampang itu sih sekarang, nggak perlu repot kalau lupa taro kartu, atau kartu hilang. Yang penting handphone aman," jelas dia.