Ribuan nasabah produk JS Saving Plan belum mendapatkan kepastian terkait pengembalian dana tersebut. Dari nasabah tersebut, ada 470 orang yang merupakan warga Korea Selatan, mereka membeli produk ini melalui Hana Bank.
Jika merugikan banyak orang, apakah ini merupakan investasi bodong?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengungkapkan masalah Jiwasraya berbeda dengan investasi bodong yang ada selama ini. Pasalnya, izin operasional dan instrumen investasi sudah tercatat di regulator.
"Bukan investasi bodong. Tapi investasi yang pengurus lakukan itu tidak didukung dengan tata kelola perusahaan dan standar operasional prosedur yang baik," kata Irvan saat dihubungi detikcom, Jumat (6/12/2019).
Dia mengungkapkan, dalam menjalankan perusahaan. Para pengurus tidak memegang prinsip kehati-hatian.
Menurut dia, kasus Jiwasraya ini tidak dapat terjadi hanya pelaku tunggal baik internal maupun eksternal.
"Jadi ini dapat terjadi hanya dengan kerja sama pihak internal dan eksternal serta termasuk juga oknum regulator," imbuh dia.
Sebelumnya Direktur Utama (Dirut) Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan, perusahaan sebelum dirinya masuk kerap asal-asalan dalam berinvestasi, terutama di saham. Dia bilang, pembelian saham oleh perusahaan sekelas Jiwasraya dilakukan tanpa pertimbangan matang.
"Jadi memburu apapun instrumen, nggak peduli apapun ratingnya, dicari yang potensi, hanya potensi loh, upsidenya tinggi. Tapi saya tanya, bagaimana melindungi dari downside? nggak ada. Jadi investasinya telanjang, naked. Sehingga ketika pasar jatuh, ya ikut jatuh," kata Hexana kepada detikcom.
(kil/dna)