Jiwasraya, kata dia, juga melakukan investasi langsung pada saham-saham yang tidak liquid dengan harga yang tidak wajar. Manajemen Jiwasraya bersama manajer investasi juga diduga menyembunyikannya pada beberapa reksa dana dengan underlying saham.
"Pemeriksaan BPK sedang menganalisis prediksi atau hipotesis tersebut. Hal ini belum final, harus dicatat. Dan dapat berkembang sesuai bukti-bukti yang dikumpulkan dalam pemeriksaan BPK selanjutnya," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saham-saham tersebut antara lain adalah BJBR, SMBR, PPRO. Indikasi kerugian sementara akibat transaksi tersebut diperkirakan sekitar Rp 4 triliun," katanya.
Agung menambahkan, pihak-pihak terkait adalah pihak internal Jiwasraya pada tingkat direksi, general manager, dan pihak lain di luar Jiwasraya.
Tak cuma saham, pada posisi per 30 Juni 2018 Jiwasraya juga memiliki sekitar 28 produk reksadana dan 20 produk reksadana di atas 90%. Reksadana tersebut juga sebagian besar dengan underlying saham berkualitas rendah dan tidak likuid.
Dalam investasi reksadana BPK menemukan penyimpangan. Pertama, analisis manajer investasi dari Jiwasraya dalam rencana subscription reksadana tidak dilakukan secara memadai dan diduga dibuat secara pro forma agar manajer investasi terlihat seolah-olah memiliki kinerja yang baik. Hal itu dilakukan agar dapat dipilih oleh Jiwasraya untuk menempatkan investasi.
"Investasi reksadana memiliki underlying saham-saham dan MTN berkualitas rendah, dan transaksi pada saham-saham tersebut diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi. Di antara saham-saham dan MTN tersebut adalah merupakan arahan dari Jiwasraya yang seharusnya tidak dilakukan oleh Jiwasraya selaku investor.
"Indikasi kerugian sementara akibat penurunan nilai saham pada reksadana ini diperkirakan sekitar Rp 6,4 triliun," tuturnya.
(fdl/zlf)