Perang Dagang Bikin Industri Jasa Keuangan 2019 Melambat

Perang Dagang Bikin Industri Jasa Keuangan 2019 Melambat

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 16 Jan 2020 12:00 WIB
Foto: Sylke Febrina Laucereno
Jakarta - Industri jasa keuangan tahun 2019 tercatat mengalami perlambatan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global yang sedang tidak kondusif.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di di Hotel Ritz Carlton PP, Jakarta. Dia mengungkapkan tahun ini merupakan momentum yang bagus untuk sektor jasa keuangan di Indonesia.

Menurut dia dibutuhkan sebuah pijakan yang lebih kokoh untuk pertumbuhan yang lebih maju.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami ingin menyampaikan apa yang terjadi di Indonesia tidak lepas dengan apa yang terjadi di global seperti perang dagang," katanya, Kamis (16/1/2020).

Dia mengungkapkan untuk jangka pendek arah pelonggaran kebijakan moneter di seluruh negara sudah dapat terlihat. Hal ini bisa menjadi patokan untuk Indonesia bisa bersiap-siap bagaimana kebijakan yang dilakukan ke depan dan perekonomian domestik.

Menurut Wimboh, saat ini kinerja industri jasa keuangan masih dalam kondisi yang stabil. Tercermin dari perbankan yang pertumbuhan kreditnya hanya 6,08% lebih rendah dibandingkan periode tahun lalu.

"Kelihatannya ini ada hal yang fundamental, karena sekarang korporasi lebih menggunakan sumber pembiayaan dari offshore yang cukup besar," ujarnya.



Dia menjelaskan bank yang paling besar menyalurkan kredit masih dari segmen BUKU IV yakni 7,8%. Dengan sektor konstruksi, rumah tangga, pertanian, pengolahan dan perdagangan besar.

Sementara itu untuk industri asuransi, masih tumbuh moderat dan tidak berimbas dengan isu yang saat ini sedang ditangani oleh OJK.

"Kita sadari ini butuh perhatian serius, karena industri asuransi ini belum pernah direformasi sejak dulu. Beda dengan perbankan yang direformasi pascaperiode 1997-1998," imbuh dia.

Karena itu OJK meminta seluruh direksi lembaga keuangan untuk melakukan corrective action untuk mengimbangi pengawasan yang dilakukan OJK.

Sedangkan untuk pasar modal, jumlah emiten yang melantai di bursa efek tercatat 60 emiten dengan nilai Rp 166,8 triliun lebih tinggi dibandingkan periode 2018 Rp 166,1 triliun.

"Ini merupakan pertumbuhan yang tertinggi di Asean 5 dan nomor 7 di dunia," imbuh dia.

Dia mengaku tahun 2020 optimis untuk menyambut baik langkah pemerintah untuk tetap memperluas infrastruktur proyek strategis dan reformasi struktural di berbagai bidang perpajakan.




Perang Dagang Bikin Industri Jasa Keuangan 2019 Melambat



(kil/eds)

Hide Ads