Rapat siang ini digelar dengan mengundang Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto, Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Fahmi Idris,
Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Chairul Radjab Nasution, dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni.
Rapat dibuka oleh Ketua Komisi IX Felly Estelita Runtuwene. Rapat ini dihadiri oleh 42, dari total 51 anggota Komisi IX.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika membuka rapat, anggota Komisi IX DPR RI dari fraksi PKS, Netty Prasetyani mengatakan, dari beberapa rapat terakhir tentang pembahasan iuran BPJS Kesehatan, Komisi IX dengan tegas menolak kenaikan bagi peserta kelas III.
"Bahwa di kesimpulan komisi IX menolak kenaikan karena memang Perpesnya belum lahir. Kemudian tanggal 6-7 November 2019 kita sama-sama menolak kenaikan itu dan meminta Menkes dan BPJS memikirkan bagaimana caranya mencari subsidi, menutup selisih kenaikan peserta kelas III mandiri, peserta bukan penerima upah, bukan pekerja," jelas Netty.
Menurut Netty, pada tanggal 11-12 Desember, Terawan dan Fahmi sudah memberikan alternatif untuk menutupi selisih kenaikan pada iuran peserta kelas III. Namun, alternatif itu tak dilaksanakan dan iuran peserta kelas III juga dinaikkan.
"Kemudian pak Menkes dan Pak Dirut memilih opsi nomor 2 yaitu membayar selisih atau menutup selesih kenaikan premi bpjs kelas III mandiri dengan surplus dari pembayaran klaim PBI (Penerima Bantuan Iuran) pada BPJS. Jadi artinya kau yang memulai, kau juga yang mengingkari. Kalau bahasa millennial ini PHP pak," tegas Netty.
Perlu diketahui, per 1 Januari 2020, BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, secara resmi menetapkan kenaikan iuran. Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Peserta Mandiri Kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa. Kemudian, Kelas II naik dari Rp 51.000 jadi Rp 110.000 per jiwa, dan Kelas III naik dari Rp 80.000 ke Rp 160.000 per jiwa.
(fdl/fdl)