100 Hari Kerja Jokowi, Kasus Jiwasraya Dibongkar

100 Hari Kerja Jokowi, Kasus Jiwasraya Dibongkar

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 30 Jan 2020 15:55 WIB
Kantor Pusat Jiwasraya
Foto: Rengga Sancaya/detikcom

Setelah itu, pemeriksaan dilanjutkan oleh BPK. Senada, BPK mengungkap banyak masalah yang ada Jiwasraya. Masalah-masalah yang dimaksud mulai dari investasi asal-asalan hingga adanya konflik kepentingan di manajemen.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan pihaknya telah melakukan 2 kali pemeriksaan terhadap Jiwasraya. Pertama pada 2018, dan kedua 2019. Dalam pemeriksaan pertama itu, BPK mendapatkan 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional Jiwasraya tahun 2014-2015.

"Temuan- temuan tersebut antara lain investasi terhadap saham TRIO, SUGI, dan LCGP tahun 2014 dan tahun 2015 tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai," kata Agung dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (8/1/2020).

"PT AJS (Jiwasraya) berpotensi terhadap risiko gagal bayar atau transaksi pembelian MTN dari PT Hanson International dan PT AJS kurang optimal dalam mengawasi reksa dana yang dimiliki dan terdapat penempatan saham yang tidak langsung di suatu perusahaan yang berkinerja kurang baik," sambungnya.

Agung mengatakan, Jiwasraya membukukan kerugian Rp 13,7 triliun pasca September 2019. Pada posisi November 2019 Jiwasraya diperkirakan mengalami negatif ekuitas sebesar Rp 27,7 triliun. Kerugian itu karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost of fund (COF) yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi yang dilakukan secara masif sejak 2015.

"Dana dari investasi tersebut diinvestasikan pada instrumen saham dan reksa dana saham yang berkualitas rendah sehingga mengakibatkan adanya negative spread. Pada akhirnya hal ini mengakibatkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar," katanya.

Jiwasraya, kata dia, melakukan investasi langsung pada saham-saham yang tidak liquid dengan harga yang tidak wajar. Manajemen Jiwasraya bersama manajer investasi juga diduga menyembunyikannya pada beberapa reksa dana dengan underlying saham.

"Pemeriksaan BPK sedang menganalisis prediksi atau hipotesis tersebut. Hal ini belum final, harus dicatat. Dan dapat berkembang sesuai bukti-bukti yang dikumpulkan dalam pemeriksaan BPK selanjutnya," katanya.

Jual beli saham tersebut, kata Agung, diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi dan diduga dilakukan dengan mereka yang sengaja, sehingga harga jual beli tidak mencerminkan harga yang sebenarnya.

"Saham-saham tersebut antara lain adalah BJBR, SMBR, PPRO. Indikasi kerugian sementara akibat transaksi tersebut diperkirakan sekitar Rp 4 triliun," katanya.

Agung menambahkan, pihak-pihak terkait adalah pihak internal Jiwasraya pada tingkat direksi, general manager, dan pihak lain di luar Jiwasraya.

Tak cuma saham, pada posisi per 30 Juni 2018 Jiwasraya juga memiliki sekitar 28 produk reksa dana dan 20 produk reksa dana di atas 90%. Reksa dana tersebut juga sebagian besar dengan underlying saham berkualitas rendah dan tidak likuid.

Dalam investasi reksa dana BPK menemukan penyimpangan. Pertama, analisis manajer investasi dari Jiwasraya dalam rencana subscription reksa dana tidak dilakukan secara memadai dan diduga dibuat secara pro forma agar manajer investasi terlihat seolah-olah memiliki kinerja yang baik. Hal itu dilakukan agar dapat dipilih oleh Jiwasraya untuk menempatkan investasi.

"Investasi reksa dana memiliki underlying saham-saham dan MTN berkualitas rendah, dan transaksi pada saham-saham tersebut diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi. Di antara saham-saham dan MTN tersebut adalah merupakan arahan dari Jiwasraya yang seharusnya tidak dilakukan oleh Jiwasraya selaku investor. Indikasi kerugian sementara akibat penurunan nilai saham pada reksa dana ini diperkirakan sekitar Rp 6,4 triliun," tuturnya.


Simak Video "Video: Kejagung Ungkap Cara Jiwasraya Manipulasi Kerugian"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads