Pemangkasan APBD DKI Jakarta hingga 53% dan penurunan penerimaan pajak hingga 45% berdampak langsung pada performa Bank DKI sebagai Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Direktur Kredit UMK dan Usaha Syariah Bank DKI, Babay Parid Wazdi mengatakan, turunnya pendapatan Pemprov DKI Jakarta menyebabkan perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) tak sesuai harapan.
"Ini kemungkinan tidak hanya dialami Bank DKI, tapi sebagian besar BPD mengalami hal yang sama. Jadi hal-hal yang berbau kesulitan adalah pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), pertumbuhan kredit, LDR, NPL,dan NIM," kata Babay dalam diskusi virtual Mark Plus Industry Roundtable, Selasa (2/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, pemotongan tunjangan dari Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pun Pegawai Negeri Sipil (PNS) di DKI Jakarta juga berpengaruh pada DPK Bank DKI.
"Ditambah lagi tunjangan kinerja daerah untuk PNS ASN di kita di DKI Turun 50%. Ini akan memberikan dampak kepada perbankan," terang Babay.
Namun, dengan kondisi tersebut Bank DKI masih bertahan dengan pertumbuhan kredit 7% hingga Mei 2020.
"Tapi masih ada peluang. Kenapa kredit masih bisa tumbuh 7%? Karena ada peluang di sektor lainnya yang tumbuh," papar dia.
Peluang tersebut antara lain di sektor kesehatan. Kini, Bank DKI fokus menggelontorkan kredit untuk rumah sakit umum daerah (RSUD) di Jakarta.
"Jadi RSUD supaya tidak kesulitan likuiditas karena pembayaran BPJS terlambat, maka kita memberikan kredit kepada RSUD. Sehingga pelayanan kesehatan di masa COVID, di mana DKI menjadi epicentrum COVID ini tidak kesulitan likuiditas. RSUD ini 90% pemasukannya dari hasil BPJS," imbuh Babay.
Tak hanya itu, pihaknya juga mengejar kredit dari sektor pangan yang menurutnya masih bertahan di tengah pandemi Corona. "Kita memberikan kredit kepada BUMD Pangan, Dharma Jaya, Food Station, dan PD Pasar Jaya, ini BUMD pengadaan pangan di DKI Jakarta," ungkapnya.
Baca juga: BCA Cetak Laba Rp 6,6 T dalam 3 Bulan |
(eds/eds)