Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbankan, Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Aviliani menilai saat ini industri perbankan masih dalam kondisi sehat dibanding industri lainnya. Sebab industri perbankan sudah menyesuaikan diri dengan mengembangkann bisnis digital jauh sebelum pandemi virus Corona terjadi.
"Bank sudah melakukan digital sebelum COVID-19. Makanya yang paling survive memang bank di masa pandemi ini. Karena semua orang sudah menggunakan mobile banking untuk transaksi," tuturnya dalam MarkPlus Industry Roundtable secara virtual, Selasa (2/6/2020).
Namun Avilian melihat tetap ada bahaya yang mengintai industri perbankan dari era pandemi saat ini. Bahaya itu akan muncul di tahun depan.
Dia menerangkan, pandemi virus Corona menimbulkan masa krisis yang berbeda dari sebelumnya. Krisis ini menghantam sektor UKM. Oleh karena itu pemerintah memberikan insentif kepada UKM hingga usaha mikro dengan memberikan restrukturisasi kredit di perbankan.
Selain itu pemerintah juga memberikan relaksasi kepada masyarakat menengah bawah yang banyak kehilangan pekerjaan atau berkurangnya pemasukan. Relaksasi juga berupa restrukturisasi kredit kendaraan hingga KPR.
Nah, restrukturisasi itu diberikan selama 1 tahun dari April 2020 hingga April 2021. Avilian khawatir selama 1 tahun itu, nasabah perbankan UKM tidak bisa bertahan dengan inovasinya. Jika itu terjadi maka utang-utang yang direstrukturisasi bisa meledak karena banyak nasabah yang tidak bisa membayar kewajibannya.
"Justru yang saya khawatirkan bukan banknya tapi nasabahnya. Misalnya sekarang ada restrukturisasi UMKM. Tapi ketika era new normal mereka tidak bisa bermimpi seperti sebelum COVID-19. Sehingga kalau tidak berubah maka mereka tidak akan terjadi peningkatan pendapatan seperti sebelum COVID-19. Sehingga mereka tidak bisa bayar," terangnya.
Aviliani melihat risiko itu bisa terjadi di nasabah sektor UKM hingga usaha mikro. Sebab untuk perusahaan besar saat ini relatif bisa mengikuti kondisi pandemi dengan mengubah bisnisnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini.
"Misalnya Uniqlo mereka dengan kondisi WFH saat ini produknya tidak laku. Tapi akhirnya mereka jualan pakaian yang khusus untuk di rumah. Sehingga omzetnya masih naik. Kemudian Sritex sekarang jualannya masket. Problemnya UKM kita ini untuk melakukan switch barangnya agak lambat. Mungkin bank harus mendekati nasabahnya yang dikasih restrukturisasi bagaimana strategi bisnisnya, apakah masih bisa bertahan," terangnya.
Dengan banyaknya restrukturisasi kredit, menurut Aviliani pendapatan perbankan tentu sulit untuk bertumbuh. Dengan kondisi seperti itu, perbankan akan fokus pada fee base income atau pendapatan dari non bunga seperti transaksi atau jasa bank lainnya.
(das/dna)