Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1 Mendesak?

Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1 Mendesak?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 08 Jul 2020 17:30 WIB
Ilustrasi redenominasi
Foto: Istimewa
Jakarta -

Redenominasi alias penyederhanaan mata uang rupiah dengan menghilangkan angka nol kembali bergulir. Kementerian Keuangan memasukkan wacana mengubah Rp 1.000 menjadi Rp 1 ke dalam 19 Program Legislasi Nasional Jangka Menengah di dalam Rencana Strategis tahun 2020-2024.

Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju kearah yang lebih sehat. Redenominasi sendiri dinilai mampu menaikkan martabat mata uang rupiah yang kelihatan rendah karena nol-nya terlalu banyak.

Yang jadi pertanyaan, apakah wacana ini mendesak dilakukan sekarang?

Menurut Direktur Riset Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah pembahasan soal redenominasi justru harus segera dilakukan. Pasalnya, proses redenominasi di Indonesia sebetulnya sudah terlambat.

Dia menilai meski ada wabah COVID-19 menyerang, setidaknya pembahasan UU bisa cepat diselesaikan dan disahkan bersama DPR. Menurutnya, persiapan dan pelaksanaan redenominasi cukup memakan waktu, Piter memperkirakan bisa sampai 5 tahun.

"Kalau nggak segera dibahas ini makin panjang, sekarang memang ada wabah COVID-19 tapi kan pembahasan di DPR kan lama, proses redenominasi juga kan lama. Setelah dapat UU-nya juga pelaksanaannya juga bertahun-tahun, persiapan selama 2 tahun, mengeluarkan uang rupiah barunya, pengenalannya, itu lama nggak setahun dua tahun, perkiraan saya sih lima tahun lah ini," ungkap Piter kepada detikcom, Selasa (7/7/2020).

Klik halaman selanjutnya.


Lain dengan Piter, peneliti ekonomi INDEF Bhima Yudhistira justru mengatakan redenominasi tidak mendesak untuk dibahas sekarang. Apabila kondisi ekonomi sudah stabil, salah satunya dengan indikator pertumbuhan ekonomi bisa terjaga di atas 6% baru redenominasi bisa dilakukan.

"Saya kira momentum redenominasi perlu dikaji secara serius, jangan terburu-buru dan benar-benar ketika kondisi ekonomi sudah stabil. Inflasi stabil, kurs juga tidak fluktuatif berlebihan. Sampai pertumbuhan ekonomi bisa dijaga di atas 6% baru kita bahas redenominasi," kata Bhima kepada detikcom.

Alih-alih melakukan redenominasi, Bhima mengatakan pemerintah lebih baik fokus ke pemulihan ekonomi pasca pandemi. Dia meminta pemerintah tidak melakukan kebijakan yang kontraproduktif.

Bhima juga khawatir dengan adanya redenominasi bisa mempengaruhi penghitungan akuntansi dan administrasi puluhan juta perusahaan.

"Momentum pemulihan ekonomi sebaiknya jangan ada kebijakan yang kontraproduktif. Penyesuaian terhadap nominal baru akan mempengaruhi administrasi dan akuntansi puluhan juta perusahaan di Indonesia. UMKM saja ada 62 juta unit usaha," ungkap Bhima.



Simak Video "Video: Rupiah Kembali Stabil, BI Terapkan Kebijakan Ini"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads