Jakarta -
Tersangka pembobolan senilai Rp 1,7 triliun di PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang sudah lama menjadi buronan, Maria Pauline Lumowa akhirnya ditangkap oleh pihak Kementerian Hukum dan HAM.
Jika ditarik ke belakang, modus pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru itu lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Jadi ceritanya, pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003 Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai US$ 136 juta dan 56 juta Euro atau setara Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu. Pinjaman diberikan kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/11/PBI/2003 tentang Pembayaran Transaksi Impor, Letter of Credit yang disingkat L/C adalah janji membayar dari bank penerbit kepada penerima jika penerima menyerahkan kepada bank penerbit dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C. Dijelaskan bahwa bank menerbitkan L/C dalam rangka pembayaran transaksi impor atas dasar permintaan importir yang diajukan kepada bank dengan mengisi formulir permohonan penerbitan L/C.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menerbitkan L/C, sebenarnya bank wajib meneliti kelengkapan dan kebenaran pengisian data yang dicantumkan importir dalam formulir permohonan penerbitan atau perubahan L/C, memastikan bahwa importir telah memenuhi ketentuan Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang berlaku di bidang impor yang berkaitan dengan persyaratan sebagai importir, dan barang yang diawasi dan diatur tata niaga impornya.
Namun BNI 'kecolongan'. Diduga aksi PT Gramarindo Group mendapat bantuan dari orang dalam karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Akhirnya pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group dan mulai melakukan penyelidikan. Akhirnya didapati bahwa perusahaan tersebut tidak pernah melakukan ekspor.
Kasus mega skandal ini bukanlah yang pertama menimpa perbankan di tanah air. Dirangkum detikcom, berikut deretan kasus mega skandal yang bikin uang bank melayang:
Skandal Century merupakan skandal keuangan terbesar kedua setelah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang mencapai lebih dari Rp 600 triliun tanpa ada penyelesaian yang tuntas.
Jika kita melihat secara kronologi, Skandal Century ini dimulai dengan tahun 1989 oleh Robert Tantular yang mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). Tahun 1999 pada bulan Maret Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas pertama dan Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia.
Tahun 2008, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas karena beberapa nasabah besar Bank Century menarik dananya seperti Budi Sampoerna akan menarik uangnya yang mencapai Rp 2 triliun. Sedangkan dana yang ada di bank tidak ada sehingga tidak mampu mengembalikan uang nasabah dan tanggal 30 Oktober dan 3 November sebanyak US$ 56 juta surat-surat berharga valuta asing jatuh tempo dan gagal bayar.
Bank ini tampak mendapat perlakuan istimewa dari Bank Indonesia karena terus diberikan kucuran dana sebesar Rp 1,55 triliun pada tanggal 3 Februari 2009. Padahal bank ini terbukti lumpuh. KPK menduga ada suap menyuap antara pejabat maupun penegak hukum. Sehingga, KPK gencar melakukan penyelidikan.
Ada juga dua buronan dalam kasus ini yang dikejar Kejaksaan yakni Hesham Al Warouq dan Rafat Ali Rizvi. Keduanya diketahui berada di luar negeri.
Bank ini tersandung kasus cessie (hak tagih piutang) yang membuat pemiliknya Rudy Ramli dan berbagai tokoh terjerat.
Skandal cessie bermula ketika Bank Bali mengucurkan pinjaman bantuan dana antar bank ke Bank Umum Nasional, Bank Tiara, BDNI dan bank lainnya yang jumlahnya mencapai Rp 1,3 triliun.
Pada 1997 beberapa piutang itu sudah jatuh tempo. Namun Bank Bali saat itu kesulitan untuk menagih piutangnya. Sebab bank-bank yang memiliki utang ke Bank Bali dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Dari jumlah piutang tersebut, sebanyak Rp 946 miliar tidak bisa ditagih. Saat itu Rudy merasa dijerumuskan oleh oknum BI. Akibat tidak dibayarnya pinjaman antar bank itu, terjadi rentetan peristiwa yang mengakibatkan Bank Bali akhirnya harus ikut direkap senilai Rp 1,4 triliun.
Singkat cerita, manajemen Bank Bali mendapatkan informasi dari Bank Indonesia (BI) bahwa perusahaannya sudah berstatus Bank Take Over (BTO). Itu artinya Bank Bali resmi jadi pasien BPPN.
Sejak saat itu, Rudy sudah dilarang untuk ke kantor Bank Bali. Dia didepak dari perusahaannya sendiri. Kemudian Bank Bali dimerger dengan beberapa bank lainnya yang kemudian menjadi Bank Permata.
Kasus pembobolan Citibank dilakukan oleh Malinda Dee, yang kala itu menjabat sebagai Senior Relation Manager Citigold Citibank. Dia membobol dana nasabah selama 4 tahun, sejak Januari 2007 hingga Februari 2011. Selama itu, Malinda berhasil mengelabui 37 nasabah Citigold Citibank dengan menggunakan puluhan miliar uang mereka tanpa izin untuk berbagai keperluan pribadinya.
Malinda melakukan 117 transaksi pemindahan dana tanpa izin dan tanpa sepengetahuan pemilik rekening. Transaksi tersebut terdiri dari 64 transaksi dalam rupiah, dengan nilai Rp 27.369.065.650 dan 53 transaksi dalam dolar AS dengan nilai US$ 2.082.427. Jika ditotal, kira-kira uang sebanyak Rp 46,1 miliar telah dikeruk Malinda dari puluhan nasabahnya.