Ada Pandemi, Bagaimana Stabilitas Sektor Keuangan RI di 2020?

Ada Pandemi, Bagaimana Stabilitas Sektor Keuangan RI di 2020?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 16 Jan 2021 21:30 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Pandemi COVID-19 turut mengguncang supply dan demand karena terganggunya rantai pasok produksi global maupun domestik. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat hingga berdampak pada turunnya kegiatan ekonomi.

Di sektor jasa keuangan pandemi juga turut mempengaruhi potensi risiko seperti likuiditas, kredit seperti debitur yang default akibat penurunan aktivitas usaha hingga profitabilitas yang tertekan. Hal ini memang akan mengancam stabilitas sistem jasa keuangan apabila tidak ada pencegahan atau mitigasi sejak dini.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebutkan, regulator berupaya merespon cepat mengeluarkan forward looking dan countercyclical policies yang ditujukan untuk mengurangi volatilitas di pasar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu juga menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Selain OJK, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga membantu dengan stimulus dan kebijakan moneter yang akomodatif.

ADVERTISEMENT

"OJK bersama Pemerintah dan Bank Indonesia telah memberikan ruang bagi sektor riil untuk bertahan dalam menghadapi dampak pelemahan ekonomi khususnya dalam memitigasi risiko gagal bayar debitur (default) dan risiko likuiditas di pasar keuangan," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan secara virtual di Jakarta, Jumat (15/1/2021).

Wimboh menuturkan, dengan berbagai kebijakan tersebut, perekonomian domestik secara bertahap terus membaik didorong oleh percepatan realisasi stimulus fiskal dan perbaikan ekspor, serta kebijakan restrukturisasi kredit untuk meringankan beban masyarakat, pelaku sektor informal, dan UMKM serta pelaku usaha lainnya.

"Kebijakan-kebijakan tersebut sangat efektif sehingga perekonomian domestik secara bertahap terus membaik Selain itu, stabilitas sistem keuangan sampai saat ini masih terjaga dengan baik," kata Wimboh.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Selanjutnya di industri pasar modal kebijakan OJK untuk mengendalikan volatilitas membuat kepercayaan investor membaik, tercermin dari IHSG yang berada di level 6.000 pada awal 2021, sebelumnya terpuruk di posisi terendah di 3.937,6 pada 24 Maret 2020.

"OJK juga fokus untuk meningkatkan integritas pasar dengan serangkaian kebijakan dan langkah-langkah pengawasan yang lebih tegas. Dengan integritas pasar yang lebih baik, aktivitas penghimpunan dana melalui penawaran umum relatif besar yaitu sebesar Rp118,7 triliun dengan 53 emiten baru. Pertumbuhan emiten baru ini merupakan yang tertinggi di ASEAN," jelas Wimboh.

Di sektor perbankan, kebijakan restrukturisasi kredit hingga akhir Desember telah mencapai Rp971 triliun (18% dari total kredit) yang diberikan kepada 7,6 juta debitur UKM dan korporasi.

"Kebijakan ini menghasilkan profil risiko perbankan yang terkendali dengan rasio NPL gross pada level 3,06% (2019: 2,53%) atau net 0,98% (2019: 1,19%) dan didukung oleh permodalan yang cukup tinggi, yaitu CAR sebesar 23,78% (2019: 23,31%)," ungkapnya.

Sejalan dengan itu, likuiditas perbankan masih cukup memadai (ample) ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp 2.111 triliun dibandingkan tahun lalu sebesar Rp1.251 triliun, dan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh sebesar 11,11% yoy. Alat likuid per non-core deposit 146,72% dan liquidity coverage ratio 262,78%, lebih tinggi dari threshold-nya.

Sementara itu, kebijakan restrukturisasi kredit di perusahaan pembiayaan juga berjalan dengan baik yang mencapai Rp 189,96 triliun (48,52% dari total pembiayaan) dari 5 juta kontrak. Hal ini telah menjaga profil risiko perusahaan Pembiayaan dengan NPF yang masih terkendali sebesar 4,5%.

"Profil risiko IKNB masih terjaga dalam level yang terkendali terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540% dan 354%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitupun Gearing Ratio Perusahaan Pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19%, jauh di bawah maksimum 10%," sebut Wimboh.

Menanggapi hal tersebut Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan saat ini sektor keuangan Indonesia tetap stabil walaupun ada penurunan pada penyaluran kredit atau laba perbankan sampai asuransi. Dia menyebut hal ini tercermin dari angka NPL yang berada di kisaran 3%.

"CAR yang masih diatas 20%, IHSG yang sudah kembali ke level sebelum pandemi, dan sebagainya. Stabilnya sektor keuangan tidak lepas dari keberhasilan OJK mengambil kebijakan yang cepat dan tepat merespons terjadinya pandemi," jelas dia.

Menurut Piter, karena kebijakan-kebijakan OJK sudah terbukti efektif menjaga stabilitas sektor keuangan, alangkah baiknya kebijakan-kebijakan stimulus OJK seperti restrukturisasi kredit diperpanjang.

"Kebijakan OJK seperti restrukturisasi kredit sudah terbukti efektif menahan lonjakan NPL sekaligus menjaga ketahanan sistem perbankan. Kebijakan ini sudah tepat untuk dilanjutkan hingga tahun 2022, dalam rangka memastikan pemulihan ekonomi bisa segera diwujudkan," jelas dia.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sambutannya di PTIJK menyampaikan bahwa kita semua harus optimis kalau awal tahun 2021 akan mennjadi titik balik permasalahan pandemi yang kita alami di tahun 2020. Kesehatan masyarakat akan segera pulih walaupun harus tetap menerapkan protokol keseharan dan perekonomian segera bangkit kembali.

"Dan pengendalian pandemi terutama melalui vaksinasi adalah game changer, adalah kunci agar masyarakat bisa bekerja kembali, anak-anak kita bisa belajar di sekolah lagi dan agar kita bisa kembali beribadah dengan tenang, dan juga agar perekonomian kita bisa segera bangkit," kata Jokowi.

Dengan vaksinasi massal diharapkan akan muncul herd immunity sehingga risiko penyebaran covid berhenti dan kegiatan perekonomian akan sepenuhnya pulih kembali.

"Inilah kerja besar yang ingin kita kerjakan dan kita meminta kesadaran kita semuanya meskipun sudah divaksin tetap disiplin protokol kesehatan sampai seluruh dunia normal tanpa pandemi," papar Jokowi.

Ke depan Presiden meminta OJK dan pelaku industri jasa keuangan harus menjaga kepercayaan pasar menjaga kepercayaan masyarakat dengan sebaik-baiknya dan tidak boleh ada lagi praktek-praktek yang merugikan masyarakat, dan transaksi keuangan yang menjurus fraud harus ditindak tegas.

"Pengawasan OJK juga tidak boleh mandul, tidak boleh masuk angin, harus menunjukkan taring, dan menjaga kredibilitas dan integritas ini sangat penting. Kita harus membangun sebuah sistem internal yang baik, sistem yang berstandar internasional sehingga meningkatkan kepercayaan dunia internasional kepada industri jasa keuangan kita," ujarnya.


Hide Ads