Pandemi COVID-19 turut mengguncang supply dan demand karena terganggunya rantai pasok produksi global maupun domestik. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat hingga berdampak pada turunnya kegiatan ekonomi.
Di sektor jasa keuangan pandemi juga turut mempengaruhi potensi risiko seperti likuiditas, kredit seperti debitur yang default akibat penurunan aktivitas usaha hingga profitabilitas yang tertekan. Hal ini memang akan mengancam stabilitas sistem jasa keuangan apabila tidak ada pencegahan atau mitigasi sejak dini.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebutkan, regulator berupaya merespon cepat mengeluarkan forward looking dan countercyclical policies yang ditujukan untuk mengurangi volatilitas di pasar.
Selain itu juga menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Selain OJK, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga membantu dengan stimulus dan kebijakan moneter yang akomodatif.
"OJK bersama Pemerintah dan Bank Indonesia telah memberikan ruang bagi sektor riil untuk bertahan dalam menghadapi dampak pelemahan ekonomi khususnya dalam memitigasi risiko gagal bayar debitur (default) dan risiko likuiditas di pasar keuangan," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan secara virtual di Jakarta, Jumat (15/1/2021).
Wimboh menuturkan, dengan berbagai kebijakan tersebut, perekonomian domestik secara bertahap terus membaik didorong oleh percepatan realisasi stimulus fiskal dan perbaikan ekspor, serta kebijakan restrukturisasi kredit untuk meringankan beban masyarakat, pelaku sektor informal, dan UMKM serta pelaku usaha lainnya.
"Kebijakan-kebijakan tersebut sangat efektif sehingga perekonomian domestik secara bertahap terus membaik Selain itu, stabilitas sistem keuangan sampai saat ini masih terjaga dengan baik," kata Wimboh.
Berlanjut ke halaman berikutnya.