Lebih lanjut Said Iqbal meminta para penegak hukum untuk transparan dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan di kasus dugaan megakorupsi BPJS Ketenagakerjaan ini. Dia tidak ingin uang buruh dan pengusaha ini bernasib sama seperti yang terjadi di Jiwasraya dan Asabri.
Sebab, dikatakan Said Iqbal, seluruh pihak baik BPJS Ketenagakerjaan dan Kejaksaan Agung pun bisa mengungkapkan ke publik mengenai investasi apa yang memang benar-benar rugi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kalau melihat kasus Jiwasraya dan kasus Asabri itu ada dua unsur penyebab kerugian dalam pengelolaan investasi, dua unsur penyebab. Pertama adalah investasi bodong, apakah BPJS naker melakukan investasi bodong, kerana dari beberapa informasi yang kami dapat ada dugaan terafiliasi dengan Benny Tjokro yang juga menjadi tersangka di 2 kasus Jiwasraya dan Asabri, jangan main-main ya ini uang buruh," katanya.
"Kedua ada unsur faktor penyebab, boleh jadi para pemanggil keputusan untuk meletakkan investasi BPJS Ketenagakerjaan ke lembaga investasi itu 'menerima komisi'. Itu 2 faktor unsur penyebab terjadinya penyimpangan atau dugaan korupsi. Itu yang kami dapat dari sumber," ungkapnya.
Meski begitu, Said mengungkapkan pihak KSPI akan mengawal terus persoalan dugaan mega korupsi sebesar Rp 43 triliun di BPJS Ketenagakerjaan ini.
"Kami tidak mau nanti ujung-ujungnya keluar hasil pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan yang mengatakan ini adalah kerugian akibat risiko bisnis, waduh berbahaya ini, kami tidak akan berhenti, KSPI khususnya tidak akan berhenti, akan kita investigasi terus," ungkapnya.
(hek/ara)