Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut jika masalah atau kasus di perusahaan asuransi terjadi karena tata kelola perusahaan yang buruk.
Direktur Pengawasan Asuransi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Supriyono mengungkapkan hal tersebut bisa diatasi dengan implementasi regulasi dan komitmen seluruh pihak.
Dia menyebutkan memang tekanan pandemi COVID-19 juga membuat tata kelola dunia usaha terganggu. Apalagi industri asuransi yang beberapa kali mengalami gagal bayar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"COVID-19 ini jadi bukti, jika perusahaan yang tata kelolanya baik yang bisa bertahan. Kita perlu meninjau ulang isu-isu fundamental apa saja yang masih bolong untuk diimprove lagi," kata dia dalam dialog GCG di Industri Asuransi, Selasa (27/4/2021).
Tata kelola atau GCG ini menjadi hal yang sangat penting untuk industri demi melindungi kepentingan investor dan pemegang polis.
Karena itu pengurus perusahaan harus memiliki integritas yang kuat dan didukung auditor eksternal dan komisaris independen yang mewakili kepentingan pemegang polis.
Menurut dia komisaris dan direksi di perusahaan yang sakit harus menjalankan fungsinya dengan maksimal. Hal ini karena mereka perlu menata investasi, manajemen risiko, pengendalian internal, hingga rencana strategis perusahaan.
Sebagai regulator OJK berupaya mencari dan mempelajari latar belakang calon komisaris perusahaan, termasuk kemampuan mengatasi masalah, sebelum uji kelayakan dan kepatutan.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Kapler A. Marpaung menyebut komisaris jangan hanya sebagai pelengkap aturan. Tapi juga mewakili tertanggung atau pemegang polis.
Dia menyarankan komisaris independen juga harus melaporkan apa yang dia kerjakan ke OJK. Tidak sama dengan laporan GCG. "Mungkin di perusahaan asuransi banyak dibikin whistle blowing, karyawan bisa melaporkan indikasi dari manajemen yang bakal merugikan tertanggung," ujarnya.
(kil/fdl)