Menimbang Untung Rugi Restrukturisasi Jiwasraya, Nasib Nasabah Aman?

Menimbang Untung Rugi Restrukturisasi Jiwasraya, Nasib Nasabah Aman?

Hendra Kusuma - detikFinance
Kamis, 29 Apr 2021 21:15 WIB
Kantor Pusat Jiwasraya
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta -

Kasus gagal bayar polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sedang dalam upaya penyelamatan melalui restrukturisasi. Semua prosesnya ditargetkan selesai 31 Mei 2021. Tercatat sudah 134.972 polis atau 75,8% yang telah direstrukturisasi dari total 179.253 polis.

Skma restrukturisasi yang ditawarkan manajemen Jiwasraya dalam penanganan kasus gagal bayar polis menjadi salah satu upaya yang bisa diterima oleh para nasabah. Sebab, skema restrukturisasi dapat diterima dalam kajian aspek resiko hukum dan bisnis.

Pakar asuransi, Kornelius mengatakan skema restrukturisasi mampu meminimalisir dampak kerugian kedua belah pihak yakini, baik bagi Jiwasraya maupun bagi pemegang polis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya menyadari dan mendukung restrukturisasi adalah yang terbaik dari alternatif yang ada. Saya bukan membela pemerintah tetapi pandangan saya objektif dalam kajian hukum dan bisnis asuransi," tutur dia seperti yang dikutip, Kamis (29/4/2021).

Penyelesaian melalui alternatif lain yang dimaksud dilakukan dengan meningkatkan kinerja perusahaan, menyetor modal dan terakhir dengan cara melikuidasi Asuransi Jiwasraya. Namun alternatif tersebut dinilai malah membuat ketidakpastian dan lebih merugikan bagi nasabah.

ADVERTISEMENT

Dia menjelaskan, pada upaya meningkatkan kinerja perusahaan, dia tidak yakin hal itu mampu dilakukan oleh direksi dengan kondisi keuangan perusahaan mengalami defisit mencapai Rp 38 triliun dengan liabilitas sebesar Rp 53 triliun.

"Saya ingin mengatakan, apakah ada direksi yang sanggup menyehatkan Jiwasraya dalam keadaan seperti ini?" Tutur dia.

Kemudian untuk solusi penyuntikan modal, hal itu sudah dilakukan pemerintah melalui persetujuan DPR RI dengan skema bail in sebesar Rp 22 triliun. Hanya saja dalam hal ini, pemerintah bukan hanya sebagai pemegang saham Jiwasraya, tapi juga penyelenggaraan negara yang berkepentingan memperbaiki secara holistik agar kasus yang sama tidak terulang.

Di sisi lain, dengan telah dilakukan penyetoran modal, kewajiban sebagai pemegang saham telah gugur dimata hukum, sehingga pemegang saham Jiwasraya tidak lagi bisa dituntut secara hukum atas ketentuan yang mewajibkan pemegang saham untuk menyuntik modal.

Adapun pendekatan terakhir yakni dengan cara melikuidasi PT Asuransi Jiwasraya. Dengan begitu, pemenuhan atas hak nasabah akan diatur secara undang-undang. Yang mana, sisa aset yang tersedia dibanding dengan liabilitas yang dimiliki oleh Jiwasraya.

Saat ini diketahui, nilai liabilitas Jiwasraya lebih dari Rp 53 triliun dengan nilai aset tersisa kurang dari Rp 15 triliun. Itu dengan catatan bahwa aset yang tersisa tersebut tidak semua berstatus clear and clean. Menurutnya, bila jalan likuidasi yang ditempuh, ia memperkirakan polis nasabah hanya bisa dikembalikan di kisaran 20%.

"Nunggu aset dijual dulu dalam situasi sekarang kapan akan selesai?," ujarnya

Oleh karena itu, ia menilai solusi restrukturisasi yang ditawarkan pemerintah untuk pemegang polis Jiwasraya merupakan kebijakan yang tepat, yang mana dalam perasuransian, dibenarkan secara hukum untuk melakukan renegosiasi kedua belah pihak. Adapun dalam hal ini, pemerintah juga memikirkan perbaikan tata kelola perasuransian dengan memindahkan nasabah ke IFG Life. Tentu saja agar kasus yang sama tidak terulang kembali.

"Setiap perjanjian menguat hak dan kewajiban kedua belah pihak dan bisa direnegosiasikan. Dalam hukum memberikan dasar yang kuat untuk program restrukturisasi itu," pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya yang juga Direktur Utama Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko mengatakan sisa sekitar 25% pemegang polis ritel yang belum mengikuti restrukturisasi bukan karena menolak program tersebut. Melainkan dikarenakan pemegang polis tersebut tidak teridentifikasi atau unidentify.

"Kenapa pencapaiannya sekian? Ini merupakan polis polis kecil yang sebenarnya tidak terlalu clean datanya. Kami sudah pakai komunikasi surat, teleponnya tidak ada. Alamat rumah sudah berubah. Ini sebenarnya unidentify," kata Hexana dalam webinar Indonesia Financial Group (IFG) Progress Launching, Rabu (28/4/2021).

Jika sampai batas akhir yakni 31 Mei 2021 pemegang polis tersebut belum juga teridentifikasi, maka Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya akan melakukan pengumuman secara publik.

Selain pemegang polis ritel, progres pencapaian program restrukturisasi pemegang polis lainnya juga terus mengalami peningkatan. Untuk pemegang polis Bancassurance yang ikut dalam restrukturisasi sudah mencapai 93% atau 16.223 polis. Sementara itu, pemegang polis Korporasi yang ikut restrukturisasi sudah mencapai 82,8% atau 1.774 polis.

Hexana menyebut program restrukturisasi ini bukanlah paksaan, melainkan sebuah tawaran kepada pemegang polis. Pada dasarnya, restrukturisasi merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai pemegang saham Jiwasraya untuk mengembalikan dana nasabah.

Restrukturisasi juga merupakan amanat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71 tahun 2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Berdasarkan Pasal 50 ayat 3 POJK itu, mengamanatkan jika ada polis bermasalah itu wajib dilakukan restrukturisasi. Termasuk juga jika perusahaan mengalami insolven, maka perusahaan bisa melakukan penyesuaian tarif dan pengalihan portfolio.


Hide Ads