Kasus gagal bayar polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sedang dalam upaya penyelamatan melalui restrukturisasi. Semua prosesnya ditargetkan selesai 31 Mei 2021. Tercatat sudah 134.972 polis atau 75,8% yang telah direstrukturisasi dari total 179.253 polis.
Skma restrukturisasi yang ditawarkan manajemen Jiwasraya dalam penanganan kasus gagal bayar polis menjadi salah satu upaya yang bisa diterima oleh para nasabah. Sebab, skema restrukturisasi dapat diterima dalam kajian aspek resiko hukum dan bisnis.
Pakar asuransi, Kornelius mengatakan skema restrukturisasi mampu meminimalisir dampak kerugian kedua belah pihak yakini, baik bagi Jiwasraya maupun bagi pemegang polis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya menyadari dan mendukung restrukturisasi adalah yang terbaik dari alternatif yang ada. Saya bukan membela pemerintah tetapi pandangan saya objektif dalam kajian hukum dan bisnis asuransi," tutur dia seperti yang dikutip, Kamis (29/4/2021).
Baca juga: 3 Fakta soal Restrukturisasi Jiwasraya |
Penyelesaian melalui alternatif lain yang dimaksud dilakukan dengan meningkatkan kinerja perusahaan, menyetor modal dan terakhir dengan cara melikuidasi Asuransi Jiwasraya. Namun alternatif tersebut dinilai malah membuat ketidakpastian dan lebih merugikan bagi nasabah.
Dia menjelaskan, pada upaya meningkatkan kinerja perusahaan, dia tidak yakin hal itu mampu dilakukan oleh direksi dengan kondisi keuangan perusahaan mengalami defisit mencapai Rp 38 triliun dengan liabilitas sebesar Rp 53 triliun.
"Saya ingin mengatakan, apakah ada direksi yang sanggup menyehatkan Jiwasraya dalam keadaan seperti ini?" Tutur dia.
Kemudian untuk solusi penyuntikan modal, hal itu sudah dilakukan pemerintah melalui persetujuan DPR RI dengan skema bail in sebesar Rp 22 triliun. Hanya saja dalam hal ini, pemerintah bukan hanya sebagai pemegang saham Jiwasraya, tapi juga penyelenggaraan negara yang berkepentingan memperbaiki secara holistik agar kasus yang sama tidak terulang.
Di sisi lain, dengan telah dilakukan penyetoran modal, kewajiban sebagai pemegang saham telah gugur dimata hukum, sehingga pemegang saham Jiwasraya tidak lagi bisa dituntut secara hukum atas ketentuan yang mewajibkan pemegang saham untuk menyuntik modal.
Adapun pendekatan terakhir yakni dengan cara melikuidasi PT Asuransi Jiwasraya. Dengan begitu, pemenuhan atas hak nasabah akan diatur secara undang-undang. Yang mana, sisa aset yang tersedia dibanding dengan liabilitas yang dimiliki oleh Jiwasraya.
Saat ini diketahui, nilai liabilitas Jiwasraya lebih dari Rp 53 triliun dengan nilai aset tersisa kurang dari Rp 15 triliun. Itu dengan catatan bahwa aset yang tersisa tersebut tidak semua berstatus clear and clean. Menurutnya, bila jalan likuidasi yang ditempuh, ia memperkirakan polis nasabah hanya bisa dikembalikan di kisaran 20%.
"Nunggu aset dijual dulu dalam situasi sekarang kapan akan selesai?," ujarnya
Oleh karena itu, ia menilai solusi restrukturisasi yang ditawarkan pemerintah untuk pemegang polis Jiwasraya merupakan kebijakan yang tepat, yang mana dalam perasuransian, dibenarkan secara hukum untuk melakukan renegosiasi kedua belah pihak. Adapun dalam hal ini, pemerintah juga memikirkan perbaikan tata kelola perasuransian dengan memindahkan nasabah ke IFG Life. Tentu saja agar kasus yang sama tidak terulang kembali.
"Setiap perjanjian menguat hak dan kewajiban kedua belah pihak dan bisa direnegosiasikan. Dalam hukum memberikan dasar yang kuat untuk program restrukturisasi itu," pungkasnya.