Jeffry Jouw Ungkap Cara Jitu Nabung Sambil Investasi di Masa Muda

Jeffry Jouw Ungkap Cara Jitu Nabung Sambil Investasi di Masa Muda

Inkana Putri - detikFinance
Selasa, 04 Mei 2021 14:26 WIB
Bank Mandiri
Foto: Bank Mandiri
Jakarta -

Investasi menjadi satu hal yang makin diminati masyarakat, khususnya milenial. Hal ini pun terlihat dari banyaknya milenial yang mulai terjun ke investasi saham pada tahun 2020.

Beda dari kebanyakan milenial pada umumnya, Owner Urban Sneaker Jeffry Jouw memilih untuk berinvestasi sneakers. Sejak tahun 2011, ia mengaku telah jatuh cinta dengan sneakers dan melihat potensi dengan berinvestasi sneakers. Seiring berjalannya waktu, Jouw pun akhirnya menggelar Urban Sneakers Society bagi para sneaker enthusiast.

"Kira-kira di tahun 2011. Jadi waktu aku sekolah di Amerika, aku ngerasa di sana kaya nyantai banget, casual. Akhirnya sering lihat orang-orang yang pakai sneakers, trus jadi pengen coba deh," ungkapnya dalam Mandiri Virtual Talk Eps. 1 'Cara Nabung Sambil Investasi' di channel YouTube Bank Mandiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Suatu hari aku ke toko sneakers, waktu itu Nike Air Jordan, kok lihat orang pada ngantre. Dan ternyata aku tahu bahwa beberapa sneakers itu yang menjadi limited product. Di situ aku liat ada opportunity, ternyata sneakers itu bisa jadi platform investasi, dagangan juga, dan dipake juga. Akhirnya mulai ngumpulin sneakers, dipakai, dan ada beberapa yang dijual," imbuhnya.

Berkat kecintaan terhadap sneakers, di tahun 2014 Jouw memilih untuk memulai bisnis bersama teman-temannya. Masih kurangnya tren sneakers di Indonesia pada saat itu membuat Jouw membuat platform e-commerce serta event khusus para pecinta sneakers.

ADVERTISEMENT

"Kita mikir kok di Indonesia nggak kayak ini (di Amerika), dan ketemu problem-nya di mana orang Indonesia itu mikir sneakers itu sepatu olahraga bukan lifestyle. Di situ lah saya ambil kesempatan buat coba bikin event organizer yang namanya Urban Sneakers Society dan tentunya platform e-commerce," katanya.

Meski awalnya hanya sebatas iseng dan hobi untuk melepas stres dari kerjaan, tren sneakers yang makin meningkat pun membuat bisnis Jouw ikut melonjak. Bahkan, Jouw memilih untuk keluar dari perusahaan orang tuanya dan menggeluti usaha sneakers.

"Orang tua selalu bilang emang sneakers mau jadi apa. Aku pun sempet nggak percaya juga, sampai di satu titik ternyata ini (sneakers) marketnya gede banget," katanya.

"Stage aku juga bisa dibilang masih baby level. Perusahaan kita baru jadi PT itu 2018, baru 3 tahun. Tapi kalau lihat growth-nya kita bisa kali tiga every years-nya dan itu bikin aku bangga. Karena untuk sekarang bikin bisnis itu gampang, tapi sustainable-nya yang sulit," ungkapnya.

Walaupun keuntungan dari bisnisnya cukup besar, Jouw mengaku memperluas investasinya ke instrumen lainnya. Namun, ia mengingatkan agar selalu mempelajari investasi terlebih dahulu sebelum terjun ke dalamnya,

"Uang yang aku dapat dari sneakers ini aku lempar ke saham juga. Aku ada instrumen lain dan aku pisah uang aku yang buat sneakers, mobil, reksadana dan crypto. Jadi semua investasi yang paling mesti pelajari adalah know your market, know your product. Investasi yang benar adalah pelajari dulu, terapin dulu dan tahu marketnya kalau udah tau nanti jualnya juga gampang kok," katanya.

Tak hanya itu, Jouw juga mengingatkan agar tetap menabung meskipun telah memiliki investasi. Adapun menabung sambil investasi ini telah ia terapkan saat dirinya masih bekerja di perusahaan orang tuanya dulu.

"Aku selalu ingat 30% ketika gaji masuk langsung aku taro rekening namanya rekening gak boleh dibuka. Itu buat investasi dana darurat bisa. Dari 30% itu setengahnya aku bagi, setengah buat bener-bener nggak boleh dipakai sama satu lagi aku taro di deposito," katanya.

Dalam berinvestasi, Jouw juga mengingatkan untuk tidak menggunakan dana darurat. Terlebih jika investasi yang dilakukan berisiko tinggi.

"Jangan sampai gunakan uang yang emergency buat investasi. Jadi, gunakan uang yang bener-bener nganggur. Jadi kalau mau aman taruhnya di BMRI aja karena dulu saham yang pertama aku beli pas SMA itu Mandiri," katanya.

Namun Jouw tak memungkiri adanya sosial media telah banyak mengubah gaya hidup anak muda untuk lebih konsumtif karena sering mengikuti tren terbaru. Tapi bukan berarti hal tersebut tak bisa membuat orang menghasilkan uang untuk investasi dan menabung.

"Yang menjadi pertanyaan apakah kamu bisa making money dari menjadi hedon? Menurut aku bisa, bisa banget, aku salah satunya," imbuhnya dalam Mandiri Virtual Talk Eps. 2 'Bisa Hedon Tanpa Boros' di channel YouTube Bank Mandiri.

Jouw pun mencontohkan soal sepeda Brompton yang sempat jadi tren. Ia tak memungkiri ia juga ingin memiliki Brompton, hingga akhirnya ia terpikir untuk memilikinya namun sebisa mungkin tak mengeluarkan uang.

"Supaya hedon gue terbayarkan, gue langsung bilang, oh gue beli satu, kenapa gue nggak coba bilang beli lima, gue jual lagi? Tapi source-nya dulu, ambil dari luar negeri, jual di sini," terangnya.

Jouw menjelaskan menurutnya harga Brompton di luar negeri kira-kira Rp 28-30 juta. Lalu dijual di Indonesia bisa Rp 58-60 bahkan sampai Rp 90 juta sehingga pada akhirnya ia bisa mendapatkan sepeda Brompton secara gratis. Namun harus tahu timing-nya, jangan sampai menjual saat orang sudah mulai bosan.

"Inget, setiap kali ada kata gratis harus ada effort yang harus kita lakukan. Berani nggak bertanggung jawab? Seperti ketika gue nyari sepeda Brompton, gue mesti make sure duit gue nggak ilang waktu gue dapetin sellernya, kirimin barangnya, cekin satu-satu, make sure pengirimannya juga aman," jelasnya.

Bank MandiriFoto: Bank Mandiri

Senada dengan Jouw, Investment Specialist dari Bank Mandiri Wealth Management Group, Riska Lavinia pun menyebut pentingnya memahami faktor risiko dalam berinvestasi. Riska pun menyarankan agar melakukan diversifikasi investasi untuk menghindari kerugian.

"Dalam investasi yang harus diingat adalah faktor keuntungan akan selalu berbanding lurus dengan faktor risiko. Jadi, masing-masing instrumen investasi punya tingkat risiko yang berbeda. Makanya dalam berinvestasi itu lebih bijak kalau dibagi-bagi, diversifikasi investasi. Kalau misal instrumen A lagi diturun, kita masih dapat dari yang lain," katanya.

"Buat office worker, ada instrumen investasi yang bisa mengakomodir kebutuhan investasi kita, tapi nggak bikin ribet. Contohnya kayak reksadana karena ibaratnya udah tinggal taro uang kita dan ada manajer investasi yang mengelola," paparnya.

Asal sesuai dengan anggaran dan kemampuan, Riska juga tak melarang seseorang yang ingin hidup hedon. Menurutnya ketika seseorang sudah capek, banting tulang, termasuk macet-macetan di jalan, tapi mau senang-senang mikirnya beribu-ribu kali.

"Jadi perlu atau memang ya udah dianggarin aja," jelasnya.

Tak dipungkiri juga ada jenis hedon yang benar-benar tidak melibatkan unsur bisnis seperti yang dijelaskan Jouw. Misalnya nongkrong di cafe, belanja karena mengejar diskon, dan sebagainya, untuk itu Riska menyarankan untuk menyisihkan sebagian income atau pendapatan di depan sebelum spending.

"Jadi ya udah sisihin buat saving, sisanya kan buat spending, jadi gunakan uang yang ada di rekening sehari-hari itu. Tapi kalau uang di situ nggak ada ya udah stop," paparnya.

Riska menjelaskan di Bank Mandiri terdapat beberapa instrumen yang bisa mengakomodir keinginan milenial untuk menabung sambil berinvestasi. Pertama adalah rekening tabungan untuk memisahkan dana masuk dan simpanan, jika sudah terkumpul bisa dipindahkan ke deposito, reksa dana, atau instrumen investasi lain.

"Reksa dana kan mulai Rp 100.000, per bulannya aja Rp 100.000. Jadi intinya setiap kali habis gajian sisihin minimal 10% lah," katanya.

(ega/ara)

Hide Ads