Potensi industri fintech peer to peer lending atau fintech pendanaan tercatat masih besar. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyebut gap kebutuhan kredit masyarakat mencapai Rp 1.650 triliun.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengungkapkan gap kebutuhan kredit yang mencapai Rp 2.650 triliun, industri jasa keuangan konvensional hanya mampu memenuhi sekitar Rp 1.000 triliun saja.
Dia mengatakan gap kebutuhan kredit ini semakin lebar. "Ada kredit gap artinya ada kapasitas kebutuhan untuk menerima atau kebutuhan pinjaman tapi tidak terlayani oleh lembaga jasa keuangan yang konvensional," kata dia dalam konferensi pers, Jumat (21/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan berdasarkan data OJK sampai dengan 6 April 2021, total jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK adalah sebanyak 146 perusahaan.
Saat ini fintech pendanaan yang terdaftar dan berizin dari OJK baru menyumbang porsi Rp 74 triliun pada akhir 2020 lalu.
Kuseryansyah berharap, dengan pesatnya perkembangan digital saat pandemi seperti ini dapat terus mempersempit adanya gap kebutuhan kredit di masyarakat.
"Kredit gap baru kita isi 4% sampai 5% dan tentunya ini terus kita tingkatkan. Karena potensi kebutuhan pendanaan masyarakat individu dan usaha besar gapnya tinggi sekali," kata dia.
Soal Merger
AFPI menjelaskan terkait dorongan penggabungan penyelenggara fintech peer to peer lending dari OJK saat ini penyelenggara pinjol saat ini masih fokus pada proses mendapatkan izin dari OJK.
Dari data OJK, per 4 Mei 2021, baru 57 penyelenggara pinjol yang mengantongi izin. Sementara itu, ada 81 penyelenggara pinjol yang terdaftar di OJK.
"Wah sekarang spirit-nya mau dapat izin semua, belum bicara merger. Biasanya kalau sudah dapat izin baru next step, mau ngapain. Kalau sekarang sih saya kira teman-teman fokus untuk mendapatkan perizinan," ujarnya.
(kil/das)