Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyebut selisih penawaran dan kebutuhan pembiayaan di Indonesia mencapai Rp 1.650 triliun setiap tahunnya. Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kebutuhan kredit masyarakat Indonesia mencapai Rp 2.650 triliun per tahun. Sedangkan lembaga keuangan hanya bisa memenuhi Rp 1.000 triliun.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan kebutuhan untuk kredit dari lembaga keuangan konvensional belum terpenuhi. Dia menjelaskan kemampuan penyelenggara fintech peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol) anggota AFPI menyalurkan pinjaman paling tinggi tercatat sebesar Rp 74 triliun per tahun. Ini artinya pinjol legal baru bisa memenuhi sekitar 4,48% kebutuhan masyarakat.
Kuseryansyah mengibaratkan oasis di padang pasir. Air yang diibaratkan ketersediaan air tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kalau simulasi ketersediaan dana untuk individu dan UMKM ini seperti oase (oasis) di padang pasir, yang butuh banyak tapi ketersediaannya sedikit," kata dia dalam konferensi pers, Jumat (21/5/2021).
Hal ini, menurut Kuseryansyah justru menciptakan peluang kemunculan pinjol ilegal. Memang Satgas Waspada Investasi sudah berkali-kali memblokir akses pinjol legal tapi dengan cepat para aplikasi tersebut muncul kembali.
Menurut dia dengan kredit gap yang tinggi tadi, yang mau banyak sekali, jadi produk apapun akan diambil termasuk pinjol. "Mau bunganya tinggi masyarakat bisa dibilang masih tidak melihat ke sana. Dia melihat yang penting keperluan terlayani," jelas dia.
Apalagi sekarang literasi keuangan masyarakat yakni baru 38%. Padahal, inklusi keuangan sudah mencapai 76%. Kuseryansyah menuturkan kondisi tersebut mengindikasikan banyak masyarakat yang sudah menggunakan layanan keuangan digital, tapi mereka tidak mengerti secara komprehensif pinjaman digital, mulai dari penggunaan, risiko, dan sebagainya.
"Sehingga banyak terjadi seperti sekarang ini, masyarakat terperangkap dalam pinjol ilegal," jelas dia.
Sebelumnya seorang guru TK di Malang ditagih oleh sejumlah debt collector dari berbagai aplikasi pinjaman online ilegal. Dari pihak Asosiasi, Kuseryansyah mengaku turut prihatin. Namun, ia telah memastikan bahwa cara penagihan dengan kekerasan berasal dari pinjol ilegal. Selain itu, ia telah mengimbau pinjol legal anggota AFPI untuk memberikan keringanan bagi yang bersangkutan.
"Dia bilang pengalaman masalah teror lebih banyak utamanya dari pinjol ilegal. Kami sudah bicarakan terkait dengan lima anggota kami dari AFPI untuk mengambil inisiatif memberikan satu keringanan pada Bu Melati," jelas dia.
(kil/das)