Jakarta -
Megawati Soekarnoputri mengenang capaiannya saat menjadi Presiden ke-5, periode 23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004. Salah satunya adalah membereskan masalah 300.000 kasus kredit macet.
Menurut Megawati, saat itu negara sedang dihadapkan krisis multidimensi, termasuk sektor perekonomian. Oleh sebab itu misi utamanya adalah memulihkan kondisi perekonomian.
"Alhamdulillah, tugas dapat diselesaikan. Bayangkan lebih dari 300.000 kasus kredit macet dapat diselesaikan sesuai TAP MPR pada saat itu," ujar Megawati dalam Webinar Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan, Jumat (28/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu Megawati mengatakan target penerimaan pajak tercapai Selama 2001-2004 menurutnya penerimaan pajak tidak pernah kendor, bahkan rasio pajak pernah menyentuh angka 12,3%.
"Pada zaman pemerintahan saya, di tahun 2001-2004 berturut-turut target penerimaan pajak tercapai. Rasio pajak sampai 12,3%," kata Megawati.
Dia menyebut penerimaan pajak mengalami surplus pada 2001 hingga Rp 1,7 triliun. Pada 2002 kembali surplus, bahkan penerimaan pajak mencapai Rp 180 triliun saat itu.
Megawati pun mengklaim di tahun 2002 sampai 2003 pengeluaran rutin negara dapat ditalangi dengan penerimaan pajak.
"Penerimaan pajak 2001 surplus Rp 1,7 triliun dan tahun 2002 kembali surplus, dan membukukan penerimaan pajak lebih dari Rp 180 triliun," jelas Megawati.
Penerimaan pajak yang besar ini menurutnya disebabkan oleh inisiasi program Single Identity Number (SIN) pajak atau identitas khusus perpajakan. SIN pajak menurutnya meningkatkan penerimaan negara dengan sistemik.
"SIN pajak mampu mewujudkan Indonesia sejahtera," lanjut Megawati.
Lalu bagaimana cara kerja SIN sehingga membuat target penerimaan pajak di era Megawati tercapai? Langsung klik halaman berikutnya.
Menurut mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo, sistem ini berjalan dengan konsep link and match. Menurutnya, sistem ini memudahkan Ditjen Pajak untuk memetakan sektor mana yang belum tersentuh pajak atau yang menjadi celah dalam perpajakan.
SIN pajak akan menyediakan data wajib pajak. Semua harta dan uang wajib pajak akan didata dan diteliti potensi pajaknya. Penghitungan dilakukan pada tiga sektor, yaitu konsumsi, investasi, dan tabungan. Semua pihak pada tiga sektor tersebut wajib memberikan data yang terkoneksi dengan sistem perpajakan.
"Dengan begitu, uang dari sumber legal maupun ilegal dapat terekam secara utuh dalam SIN pajak," kata Hadi dalam acara yang sama.
Ketika wajib pajak akan menghitung kewajiban pajak dan mengirimkan SPT ke Ditjen Pajak, di saat itu lah SIN pajak akan memetakan data yang benar dan data yang tidak benar. Serta data yang luput dan tidak dilaporkan dalam SPT.
"Artinya tidak ada harta yang dapat disembunyikan oleh wajib pajak, sehingga dia akan patuh dan jujur melaksanakan kewajiban perpajakannya, karena tidak adanya celah penghindaran kewajiban perpajakan," ungkap Hadi.
Hadi Poernomo sendiri disebut sebagai pencetus sistem SIN pajak ini. Hal itu diungkapkan oleh Megawati, dia bercerita saat menjadi presiden dirinya disarankan Hadi Poernomo yang saat itu menjadi Direktur Jenderal Pajak untuk membentuk SIN pajak.
Megawati pun langsung menindaklanjuti saran itu, dia mengatakan dalam 100 hari kepemimpinannya saat menjadi presiden di tahun 2001, dia langsung berusaha keras untuk membuat usulan SIN pajak diundangkan oleh DPR.
"Dalam 100 hari kepemimpinan saya, saya berusaha meng-golkan proposal SIN pajak ke DPR," kenang Megawati.
Hingga akhirnya hal itu terwujud, SIN pajak tercantum dalam UU no 19 tahun 2001 tentang APBN 2002. Selain itu, DPR juga mengesahkan pula Keppres 72 2004 yang tujuannya meningkatkan pendapat negara dari perpajakan melalui SIN pajak.