BI Rilis Aturan Baru buat Pembiayaan UMKM, Perbankan Setuju?

BI Rilis Aturan Baru buat Pembiayaan UMKM, Perbankan Setuju?

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 07 Sep 2021 17:45 WIB
logo bank indonesia
BI Rilis Aturan Baru buat Pembiayaan UMKM, Perbankan Setuju?
Jakarta -

Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RIPM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

RPIM ini adalah rasio yang menggambarkan porsi Pembiayaan Inklusif bank dengan formula perhitungan membandingkan antara hasil pengurangan nilai Pembiayaan Inklusif dengan nilai sertifikat deposito Pembiayaan Inklusif terhadap total kredit atau pembiayaan.

Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani, menilai aturan RPIM UMKM ini bisa membahayakan industri perbankan. Menurutnya UMKM yang mengalami kenaikan kelas juga masih sedikit. Selain itu, kredit dalam jumlah besar biasanya hanya diperlukan jika kondisi perekonomian sudah stabil dan baik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau nanti 30% (ke UMKM), bahayanya adalah, terutama bank BUKU 3 dan BUKU 4 tuh begitu dia harus biaya infrastruktur yang jumlahnya signifkan, 30% ada yang serap enggak? Karena kalau kita lihat kenaikan kelas UMKM sangat lamban, takutnya dipaksakan dan enggak terserap. Apalagi ada denda juga," ujar Aviliani, Selasa (7/9/2021).

Aviliani melanjutkan, seharusnya aturan tersebut bisa ditinjau kembali. Seberapa besar pembiayaan atau kredit yang dibutuhkan UMKM.

ADVERTISEMENT

"Jadi menurut saya perlu dilihat lagi apakah benar UMKM setiap tahun butuh pinjaman sebesar itu? Menurut saya itu agak diragukan. Kalau ekonomi sudah bagus 2023, apakah mampu 30 persennya mampu terserap UMKM? 30% itu tinggi lho. Perlu dihitung kembali," tambahnya.

Lanjut ke halaman berikutnya.

Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kebijakan BI tersebut sudah melampaui kewenangan Bank Sentral. Hal ini pun dinilai bisa membuat industri perbankan kebingungan untuk menjalankan bisnisnya.

"Bisa membuat kebingungan di industri perbankan, otoritas yang mengatur bank jadi dua," kata Piter.

Menurut Piter, BI seharusnya mendorong penyaluran kredit perbankan melalui instrumen moneter, bukan masuk ke individu bank dan memberikan sanksi. Sebab, ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang seharusnya mengatur dan mengaatur perbankan.

Dia melanjutkan, pengaturan besaran pemberian kredit ini dinilai memberatkan perbankan. Apalagi, tidak semua bank memiliki porsi yang besar terhadap UMKM, tergantung dari karakter bisnis bank tersebut.

"BI bisa mendorong bank dengan instrumen moneter yang mereka miliki, antara lain suku bunga. Kalau kemudian instrumen suku bunga tidak efektif, BI harusnya fokus mencari apa penyebab instrumen suku bunga tidak bisa meningkatkan penyaluran kredit," jelasnya.


Hide Ads