Direktur Utama BRI Sunarso buka-bukaan penyebab tingginya bunga kredit. Hal itu berhubungan dengan sumber dana, biaya operasi, dan biaya risiko kredit.
"Sekarang bagaimana menurunkan ini? kita cari dulu sumber-sumber kenapa kok mahal itu. Pertama adalah sumber dana. Nah tugas kami di BRI itu nanti adalah mengurusi masalah memurahkan dana," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (22/9/2021).
Sumber dana murah ini tergantung pada dana masyarakat atau dana pihak ketiga seperti deposito. Kemudian ada ekuitas, dan pinjaman yang dilakukan oleh bank. Misalnya saja BRI telah menghimpun dana melalui pinjaman luar negeri sebesar US$ 1 miliar pada tahun 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BRI mendapatkan dana murah lewat pinjaman tersebut.
"Tetapi kembali lagi itu dapatnya dolar dan kemudian swap rate-nya kan kita ke bank sentral dan swap rate-nya itu yang kita minta bisa disupport kalau untuk kayak gini kasih swap rate yang khusus dong dan tenornya itu kan kita nyari sumber dana mantap itu jangka panjang, tapi swap rate-nya kan dibatasi nggak bisa ada yang jangka panjang," jelas Sunarso.
"Itu yang butuh support nanti dari kita semua. Itu cara memurahkan sumber dana," sambungnya.
Tantangan berikutnya adalah biaya operasi (operational cost) yang tinggi. Agar operasional lebih efisien perlu dilakukan digitalisasi. Selanjutnya adalah risiko operasi (operational risk) yang diakibatkan oleh human error dan sebagainya.
"Jadi menurunkan operational cost dan operational risk menurut saya adalah dengan digitalisasi maka digitalisasi ini nggak boleh berhenti. Ini tantangan kami sebagai grup. Jadi ekosistem ini punya tantangan itu mendigitalkan operation baik di Pegadaian, PNM maupun di BRI," jelasnya.
Lalu mengenai penyebab dana mahal akibat biaya risiko maka diperlukan manajemen risiko atau managing risk yang baik. Artinya bank harus ada perbaikan dalam proses underwriting atau proses menilai kredit. Tapi proses menilai kredit yang ketat akan membuat masyarakat yang dilayani berkurang karena banyak yang tidak memenuhi persyaratan.
"Ini perlu titik yang optimal mem-balancing ini antara menjaga supaya tidak menjadi NPL (pinjaman bermasalah) tapi juga bisa melayani orang sebanyak mungkin. Berarti harus ada kegiatan-kegiatan riil-nya. Kalau begitu untuk menurunkan itu apa? ya orang banyak yang bisa dilayani tapi supaya tidak menjadi NPL, didampingi, makanya kemudian program-program pendampingan segala macam itu memang sangat masih dibutuhkan," jelas Sunarso.
"Kira-kira kita harus bekerja mengoptimalkan, mensinkronkan faktor-faktor 3 unsur ini, memurahkan sumber dana, memurahkan biaya operasi, dan menekan biaya risiko kredit," tambahnya.
(toy/dna)