Sebelumnya Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tirta Segara mengungkapkan sebagai calon nasabah bisa merekam penjelasan dari agen ketika presentasi produk.
"Kalau dari konsumen kadang mereka tidak bisa buktikan kalau perusahaan tidak menjelaskan dengan baik, dan perusahaan asuransi tidak bisa membuktikan sudah menjelaskan dengan baik," jelas dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tirta padahal bukti-bukti sangat dibutuhkan untuk proses penyelesaian sengketa. "Saya usulkan kalau bisa semua pembicaraan direkam lah, jadi kalau ada masalah bisa didengarkan ketika agen menjelaskan dan terdengar juga jika calon nasabah sudah jelas dan menyetujui," imbuh dia.
Rekaman ini bisa menjadi alat bukti jika di kemudian hari terjadi sengketa. Namun, calon nasabah juga harus memahami benar-benar produk apa yang akan dibeli.
Jangan sampai tidak mengerti dan nurut dengan apa yang disampaikan oleh agen. "Ini yang akan diperbaiki, konsumen harus diedukasi. Jadi jangan tanda tangan sebelum anda mengerti produknya. Jangan pura-pura tahu kalau tidak mengerti. Harus pahami dulu. Untuk perusahaan asuransi juga harus menjelaskan secara lengkap kepada calon konsumennya," kata dia.
Begitupun ketika mengisi polis, dibutuhkan ketelitian. Calon nasabah harus menanyakan sampai benar-benar paham kepada agen.
Sebelumnya Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengungkapkan, calon nasabah juga harus menjadikan polis sebagai acuan saat membeli asuransi.
"Kami berharap nasabah atau calon nasabah bisa memahami hak dan kewajibannya. Saya sering bilang kalau mau beli harus cerewet secerewet cerewetnya, karena itu uang anda, untuk masa depan anda yang lebih baik," kata dia.
(kil/hns)