Industri perbankan memiliki ancaman mendapatkan serangan siber. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) setiap tahunnya bank di dunia mengalami kerugian US$ 100 miliar.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengatakan dari data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada Juni 2021 ada sekitar 741,4 juta serangan. "Ini hampir dua kali lipat di seluruh serangan siber yang terdeteksi pada 2020 sebanyak 495,3 juta serangan," ujar dia dalam peluncuran cetak biru transformasi perbankan, Selasa (26/10/2021).
Teguh menjelaskan karena itu dibutuhkan penguatan dari digitalisasi. Hal ini demi meningkatkan perbankan nasional yang berdaya saing. Oleh karena itu strategi industri perbankan secara komprehensif dituangkan ke dalam roadmap pengembangan perbankan Indonesia 2020-2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini jadi pijakan ekosistem perbankan dan infrastruktur pengaturan dan perizinan ke depannya," jelas dia.
Untuk di Indonesia dari hasil laporan IMF pada semester I 2020 ke semester I 2021 ada kerugian dari hasil serangan siber sebesar Rp 246 miliar.
Saat ini memang banyak serangan terhadap sistem perbankan. Sebelumnya seperti kejadian ransomware yang mengunci sistem perbankan.
"Hacker mengunci sistem perbankan dan meminta tebusan. Karena itu kami ingin memberikan perlindungan untuk bank dan perlindungan kepada nasabah," jelas dia.