Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kondisi sektor jasa keuangan hingga Desember ini berada dalam kondisi stabil dan menunjukkan perbaikan kinerja seiring dengan perekonomian yang meningkat. Untuk terus menjaga momentum tersebut, OJK juga menyiapkan tujuh fokus kebijakan utama di 2022 guna mendukung pemulihan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI pada hari Kamis (10/12) kemarin di Jakarta.
"Rencana kebijakan tersebut sejalan dengan upaya OJK untuk terus berperan aktif dalam mewujudkan perekonomian nasional yang tumbuh kuat, mampu menciptakan kesempatan kerja luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia," ujar dia dalam keterangan resmi OJK, dikutip Jumat (10/12/2021).
Di sektor pasar modal Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang stabil dan terkendali seiring dengan peningkatan jumlah investor retail di pasar modal. Ini tercermin dari tiga hal, yaitu.
- IHSG tercatat menguat ke level 6.602,57 atau tumbuh 10,45% (ytd) sampai dengan 8 Desember 2021. Kinerja IHSG saat ini sudah jauh lebih baik dibanding pada saat titik terendahnya, yaitu 3.937,63, pada 24 Maret 2020 ketika kasus positif di Indonesia mulai terpantau meningkat.
- Penghimpunan dana melalui pasar modal hingga 7 Desember 2021 mencapai Rp 335,8 Triliun dari 180 penawaran umum. Capaian ini jauh melampaui perolehan tahun 2020 sebesar Rp118,7 Triliun. Selain itu, masih terdapat 11 Penawaran Umum sebesar Rp 13,99 Triliun yang masih berada di pipeline.
- Pasar modal domestik juga telah mencatatkan lonjakan pertumbuhan investor yang didominasi oleh investor milenial (Nov-21: 7,2 juta investor; tumbuh 101,72% yoy). Dari jumlah tersebut sebanyak 99% adalah investor ritel.
Sementara itu, sektor perbankan memiliki tingkat permodalan dan likuiditas yang memadai dengan tingkat risiko masih terjaga baik. Per Oktober 2021, rasio kecukupan modal minimum (CAR) berada di level 25,34% dan dipertahankan di atas 20% selama periode pandemi sehingga perbankan Indonesia memiliki kemampuan yang baik untuk menyerap setiap potensi risiko (risk taking capacity).
Di tengah penanganan pandemi, fungsi intermediasi turut menunjukkan trend peningkatan. Per Oktober 2021, pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 3,24% yoy dan 3,21% ytd (per 1 Des 2021 tumbuh 3,98% ytd).
Dari sisi segmen debitur, kredit UMKM mulai tumbuh positif (3,04% yoy atau 3,35% ytd). Sejalan dengan hal tersebut kredit korporasi juga sudah tumbuh positif (1,87% yoy dan 2,40% ytd). Pertumbuhan kredit didukung penyaluran kredit Bank Persero (6,84% yoy, 5,31% ytd) dan BPD (5,99% yoy, 4,04% ytd).
Kinerja 200 debitur besar telah tumbuh positif seiring dengan tren kenaikan kredit nasional. Secara ytd, pertumbuhan kredit di 200 grup debitur terpantau mix dengan net pertumbuhan kredit Rp 64,58 triliun (5,7% ytd) di bulan Oktober 2021.
Total kredit restrukturisasi COVID-19 telah menurun sejalan dengan pemulihan ekonomi menjadi Rp 714 triliun per Oktober 2021 yang mencakup 4,4 juta debitur. Sementara di Perusahaan Pembiayaan sebesar Rp 216,22 T pada 5,19 Juta kontrak.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
(ncm/ara)