Masyarakat 'Dipaksa' Pakai BPJS Kesehatan, Pengamat: Memberatkan!

Masyarakat 'Dipaksa' Pakai BPJS Kesehatan, Pengamat: Memberatkan!

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 21 Feb 2022 12:10 WIB
Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Keputusan pembatalan kenaikan iuran tersebut menuai beragam respon dari masyarakat.
Ilustrasi/Foto: Wisma Putra
Jakarta -

Pengamat mengkritik aturan yang menjadikan BPJS Kesehatan sebagai syarat untuk mengurus keperluan administrasi atau layanan publik. Mulai dari jual beli tanah, umrah dan haji, hingga mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), serta Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Analis Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai aturan itu bisa membebankan masyarakat. Cara ini disebut pemaksaan agar masyarakat ikut BPJS Kesehatan.

"Menurut saya aturan yang tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2022 itu memberatkan masyarakat. Aturan itu dipaksakan kepada masyarakat untuk ikut BPJS Kesehatan," kata Trubus, Senin (21/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, aturan terkait BPJS Kesehatan dinilai bersifat diskriminatif. Pasalnya tidak memikirkan produk asuransi swasta yang ada di Indonesia.

"Masyarakat kita ini tidak semuanya anggota BPJS Kesehatan. Ada juga asuransi kesehatan lain, tidak hanya BPJS. Kalau semua harus pakai BPJS, bagaimana asuransi yang diselenggarakan oleh swasta, berarti kan ada perilaku diskriminatif," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Untuk itu, pemerintah diminta untuk menunda pelaksanaan aturan tersebut dan mensosialisasikannya terlebih dahulu kepada masyarakat. "Tanpa sosialisasi yang cukup ini bagaimana nanti implementasi di masyarakatnya," tuturnya.

BPJS Kesehatan untuk jual beli tanah tak nyambung. Cek halaman berikutnya.

Simak Video: 'Kartu Sakti' Itu Bernama BPJS Kesehatan!

[Gambas:Video 20detik]



Hal yang sama juga dikatakan oleh Pengamat Properti Ali Tranghanda. Menurutnya, aturan yang mewajibkan lampiran BPJS Kesehatan untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah karena jual beli merupakan hal yang tidak ada hubungannya dan terkesan dipaksakan.

"Ini masalahnya bukan ke jual beli propertinya, tapi lebih ke strategi pemerintah untuk mewajibkan semua masyarakat ikut BPJS. Memang prosesnya dipaksakan untuk menjadi syarat jual beli properti," imbuhnya.

"Pemerintah terlalu memaksakan menjadi syarat yang sebenarnya tidak ada hubungannya. Harusnya bukan saat balik nama, tapi saat akad di bank disyaratkannya, sekalian kan ada syarat asuransi juga di sana," tambahnya.

Sebelumnya diberitakan bahwa dengan adanya aturan ini, pemerintah memastikan 98% penduduk Indonesia menjadi peserta JKN-KIS pada 2024. "Kami optimis, hadirnya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 mampu mempererat sinergi kita untuk bersama menjaga sustainabilitas Program JKN-KIS sehingga masyarakat memperoleh kepastian akses pelayanan kesehatan yang berkualitas," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti dalam keterangan tertulis.


Hide Ads