Parameter Ekonomi Global Berubah Dratis, Menkeu, BI dan OJK Harus Sering 'Duduk Bareng'

Parameter Ekonomi Global Berubah Dratis, Menkeu, BI dan OJK Harus Sering 'Duduk Bareng'

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 06 Jun 2022 13:03 WIB
Dua Kapal Tanker Saudi Diserang, Ekonomi Global Disebut Bisa Terganggu
Foto: ABC Australia
Jakarta -

Perkembangan ekonomi global berubah dengan cepat seiring banyak faktor bermunculan, mulai dari pandemi yang mulai mereda hingga perang antara Rusia dengan Ukraina.

Menurut Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri, dewan komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terpilih nanti bakal mengemban tugas yang berat untuk mengamankan pasar keungan Indonesia.

Dia menilai, masih banyak pekerjaan berat yang harus dilakukan dewan komisioner OJK yang dinahkodai duet Mahendra Siregar-Mirza Aditsyawara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kondisi makroekonomi dunia yang begitu labil, menjadi tantangan berat DK OJK yang baru. Kalau tidak cerdas dan cekatan, habislah kita," ungkapnya, Senin (6/6/2022).

Pimpinan OJK yang baru, kata Deni, harus terus memantau perkembangan makroekonomi dunia, yang bisa berubah tiap detik. Indonesia adalah negara dengan small open economy, OJK trengginas dalam mengantisipasi setiap perubahan global.

ADVERTISEMENT

Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik dengan pihak terkait seperti Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI).

"Tentu saja dengan program stabilitas keuangan, ketimbang lainnya yang justru berdampak bagi ketidakstabilan sektor keuangan," paparnya.

Sinkronisasi kebijakan dalam konteks stabilitas, menurutnya, harus dikoordinasikan dengan kebijakan fiskal dan moneter yang berada di luar kontrol OJK.

"Jika hal tersebut tidak bisa dilakukan dengan baik, maka OJK berpotensi menjadi Lembaga reaktif yang berfungsi sebagai pemadam kebakaran saja," tuturnya.

Lanjut ke halaman berikutnya

Lihat juga Video: Paripurna DPR Restui 7 Petinggi OJK, Dipimpin Mahendra Siregar

[Gambas:Video 20detik]



Deni menyarankan agar OJK tidak mudah terpukau dengan data BPS. Akan lebih baik apabila OJK membuat seluruh data sektor keuangan menjadi transparan dan real time. Mudah diakses publik dengan akurasi tinggi.

"Menciptakan unit wake up call khusus yang memantau secara seksama perubahan makroekonomi dunia saat ini yang berpotensi merusak sistem keuangan nasional," tuturnya.

Lembaga kredibel sekelas IMF saja memproyeksikan inflasi global pada 2022 mencapai 5,7% di negara maju, 8,7% untuk negara berkembang.

Selain itu, IMF memproyeksikan angka pertumbuhan 6,1% (2021), merosot menjadi 3,6% untuk 2022. Sedangkan untuk 2023, IMF proyeksikan perekonomian global hanya tumbuh 3,3%.

Lembaga Think Tank Inggris, National Institute of Economic and Social Research (NIESR) mengkhawatirkan terjadinya resesi. Krisis biaya hidup ditambah tingginya inflasi, memperlambat ekonomi Inggris dalam setahun ini.

Bagaimana dengan China? Ternyata sama saja. Tahun ini defisit anggaran China diperkirakan mencapai 5,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2021, defisit China lebih rendah yakni 4,4% dari PDB.

Sedangkan suku bunga acuan di Indonesia, diproyeksikan 4,00 persen pada 2023, dan 4,25% pada 2024.

The Economist Intelligence Unit memperkirakan, The Fed akan menaikkan suku bunga 7 kali hingga mencapai 2,9 persen pada awal 2023.


Hide Ads