Jakarta -
Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan ke level 4,75%. Ini artinya era suku bunga rendah sudah berakhir. Dengan naiknya bunga acuan ini, maka akan mempengaruhi bunga dana dan bunga kredit di perbankan.
Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Novita Anggraini mengungkapkan kenaikan bunga acuan akan berdampak ke biaya dana yaitu deposito. Sejak September BNI sudah menyesuaikan tingkat bunga deposito valas sebesar 5-30 bps. Tak cuma bunga deposito valas, tapi juga tingkat bunga kredit valas sudah disesuaikan 1-2%.
"Untuk deposito dan pinjaman rupiah belum ada (kenaikan) pada kuartal III. Akan di-review pada kuartal IV ini," kata dia dalam konferensi pers, Senin (24/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Novita mengungkapkan, perseroan berupaya untuk memfasilitasi debitur yang baru pulih dari dampak pandemi COVID-19. Dia menjelaskan perseroan juga menyeimbangkan margin dan proyeksi ke depan.
Apalagi likuiditas akan semakin mengetat seiring dengan naiknya bunga simpanan. Biaya dana di bank juga akan mengalami kenaikan dan diprediksi akan terjadi bertahap pada kuartal IV tahun ini.
Saat ini 85% portofolio pinjaman di BNI adalah kategori floating, sehingga BNI memiliki fleksibilitas untuk mengelola margin. "Kualitas aset dan penyesuaian bunga kredit BNI benar-benar di-review dan selektif, ini akan diterapkan dan diperhatikan dari kondisi nasabah, dan dilihat bagaimana loyalitas nasabah itu kepada BNI," jelas dia.
Novita menambahkan untuk cost of credit diprediksi akan terus membaik. Apalagi saat ini provisi yang disediakan BNI mencapai 270%.
Bagaimana pertumbuhan kredit BNI? Cek halaman berikutnya.
Pertumbuhan Kredit
Dalam kesempatan yang sama Wakil Direktur Utama BNI, Adi Sulistyowati menjelaskan penyaluran kredit ditopang oleh segmen korporasi swasta yang mencapai Rp 211,9 triliun atau tumbuh 20,4% yoy, selanjutnya diikuti oleh segmen komersial besar Rp 49,4 triliun atau tumbuh 22,3% yoy.
Kemudian segmen kecil, pertumbuhan terutama pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang tercatat sebesar Rp 51,3 triliun atau naik 24,3% yoy, dan untuk segmen konsumer mencapai Rp 106,9 triliun atau naik 11,3% yoy dengan pertumbuhan terutama pada produk payroll loan.
"Pertumbuhan ini sejalan dengan strategi manajemen untuk tumbuh dengan sehat dan sustain dengan menyasar pada debitur top tier di segmen industri prospektif diiringi dengan kebijakan manajemen risiko yang prudent," sebutnya.
Adi Sulistyowati yang akrab disapa Susi menuturkan, perkembangan kinerja BNI hingga kuartal III-2022 juga didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas yang memadai sebagaimana tercermin dari Capital Adequacy Ratio (CAR) yang berada di level 18,9% dan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang berada pada posisi 91,2%.
"Selain itu, Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di 193% dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) berada di 124% yang menunjukkan bahwa BNI memiliki kecukupan likuiditas untuk mendukung pertumbuhan bisnis," katanya.
Dari sisi kualitas aset, Susi menyampaikan bahwa Loan at Risk (LAR) mengalami penurunan signifikan dari 25,2% di September 2021 menjadi 19,3% di September 2022, terutama karena menurunnya jumlah kredit restrukturisasi karena COVID-19.
"Kami pun terus berupaya menjaga LAR Coverage atau rasio pencadangan untuk debitur LAR pada level yang memadai yakni sebesar 42,7%. Bahkan, kami melihat bahwa kemampuan pembayaran kewajiban dari debitur LAR semakin membaik sehingga mendorong perbaikan pada pendapatan bunga, serta menjadi indikasi pemulihan bisnis nasabah yang lebih baik setelah terdampak pandemi," ujar dia.