Bank di Indonesia bakal diwajibkan untuk membayar premi untuk mendanai Program Restrukturisasi Perbankan (PRP). Pembayaran premi itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan aturan itu didesain untuk mengantisipasi krisis keuangan yang menimpa perbankan seperti pada 1998. Di mana saat itu ketika perbankan kesulitan yang membiayakan adalah negara.
"PRP itu desainnya seperti ini, waktu taun 1998 ketika perbankan morat-marit yang bayarkan negara, biayanya 50% dari PDB. Nanti dari situ ada pemikiran gimana kalau ada pengurangan beban ke negara apabila negaranya kacau seperti itu, maka keluarlah program PRP itu," jelasnya dalam konferensi pers di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2023).
Purbaya mengatakan aktifnya PRP itu jika terjadinya krisis keuangan, tentunya atas perintah presiden. "Kalau dalam keadaan kritis dan kalau presiden bilang kritis dan presiden mengaktifkan PRP itu baru dijalankan program itu," lanjutnya.
Jadi, pembayaran premi untuk mendanai PRP ini demi menjaga industri perbankan itu sendiri. Ia mengakui pembayaran ini akan membebani perbankan, tetapi juga menjaga keuangan negara di saat-saat krisis keuangan.
"Jadi harus ada dana dari industri yang menjaga itu, jadi memang sepertinya membebani perbankan. Tetapi kalau anda lihat waktu 1998 siapa yang membebani pemerintah? Perbankan membebani pemerintah dan membebani rakyat. Jadi sekarang dibalik sedikit," jelasnya.
Purbaya menekankan, dengan pembayaran itu, masyarakat bisa diyakinkan tidak akan ada kepanikan seperti di krisis keuangan 1998 karena industri dan pemerintah saling menjaga.
"Bukan berarti uangnya cukup semua loh itu untuk membantu supaya dana pemerintah yang dipakai berkurang dan danannya juga akan menambahkan keyakinan masyarakat bahwa kalau ada apa-apa industri siap menyelamatkan industri, siap menyelamatkan industri. Jadi nggak akan panik seperti tahun 1997-1998," jelasnya.
Baca juga: UU PPSK di Mata Pengusaha Jasa Keuangan |
Kemudian, apakah pembayaran premi itu akan membebankan bunga kepada nasabah? Purbaya mengatakan mungkin ada kenaikan bunga, tetapi kembali lagi kepada perbankan itu sendiri. Ia meyakini juga bahwa pembayaran premi tidak akan membebankan perbankan.
"Mungkin bunga mereka naik, tapi saya nggak tahu, tapi kan kalau dilihat margin perbankan masih besar. Jadi anda nggak usah takut mungkin dia akan lebih kompetitif. Yang jelas tidak akan membuat banknya menjadi susah karena sudah kita hitung," tuturnya.
"Dan itu kalau kita hitung dengan angka sekarang, kira-kira per tahun itu dapatnya Rp 1 triliun, sedikit kan cuma Rp 1 triliun dalam setahun, nanti 40 tahun baru nyampe target yang ditetapkan yakni 2% dari PDB tahun 2022. Jadi targetnya nggak tumbuh, jadi itu masih kecil dan saya pikir kalau sebesar itu itu tidak akan mengganggu perbankan," tutupnya.
Sebagai informasi, pembayaran premi PRP diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 34 tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 16 Juni 2023.
Premi PRP adalah sejumlah uang yang dibayarkan Bank sebagai bagian dari Premi Penjaminan yang besarannya menjadi tambahan dari Premi Penjaminan yang dikenakan kepada bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk pendanaan program PRP.
"Setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib membayar Premi PRP," bunyi pasal 4 beleid tersebut, dikutip detikcom pada Senin (19/6/2023).
(ada/ara)