Menurutnya, langkah PKPU ini tidak melanggar aturan. Pasalnya, Kresna Life sudah tidak lagi berada dalam kewenangan OJK dan statusnya sudah seperti perusahaan biasa, sejak dilakukannya pencabutan izin usaha atau CIU tersebut.
Ia juga menilai, langkah PKPU ini jauh lebih sederhana. Lewat UU ini, waktu PKPU dibatasi dengan berlangsung paling lama 45 hari. PKPU juga berlangsung paling lama 270 hari jika disetujui oleh kreditor melalui pemungutan suara. Sedangkan proses likuidasi lebih rumit, yang mana memakan waktu hingga 2 tahun menurut POJK Nomor 28/POJK.05/2015.
Sejalan dengan itu, Irvan berharap OJK tidak mengulangi preseden buruk lewat intervensi ke Pengadilan Negeri (PN), seperti yang dilakukan pada kasus Permohonan PKPU Wanaartha Life. Pada kala itu, OJK mengirimkan surat kepada PN untuk menolak gugatan PKPU yang diajukan perwakilan nasabah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sesuai dengan semangat UU 4/2023 yang mengedepankan perlindungan konsumen, OJK hendaknya tidak menghalangi nasabah mengajukan PKPU seperti preseden buruk yang dilakukan saat proses likuidasi Asuransi Wanaartha Life," imbuhnya.
Ia juga berharap, OJK tidak menggunakan POJK 28/2015 sebagai mekanisme pembentukan Tim likuidasi oleh RUPS. Karena nyatanya para pemegang saham telah gagal melakukan suntikan modal yang diperlukan perusahaan, apalagi Direktur Utama Kresna Life berstatus tersangka.
Irvan sendiri mengapresiasi langkah OJK dalam menggunakan UU 4/2023 P2PSK yang mengedepankan perlindungan konsumen dengan pendekatan restorative justice dibandingkan pemidanaan sebagai ultimum remedium yang menjadi dasar UU 40/2014 tentang Perasuransian yang digunakan saat kasus Wanaartha Life.
"Namun masih harus diuji ketika OJK apakah memberi izin kepada nasabah Kresna Life selaku kreditur mengajukan PKPU sesuai UU 37/2004 PKPU dan kepailitan juncto pasal 50 UU 40/2014 perasuransian. Seperti yang dihalangi oleh OJK pada kasus AJB Bumiputera dan Wanaartha Life, hingga menimbulkan ketidakpastian hukum hingga kini," pungkasnya.
(hns/hns)