Insentif Fiskal
Pemerintah pusat menyiapkan anggaran sebesar Rp 8 triliun sebagai insentif fiskal bagi daerah. Hal ini dimaksudkan sebagai penghargaan bagi daerah yang mempunyai kinerja terbaik dalam tata kelola keuangan daerah, pelayanan dasar publik, dan pelayanan umum pemerintahan.
Selain itu, daerah juga akan semakin meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah, kesehatan fiskal APBD, serta pelayanan dasar publik di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pelayanan umum pemerintahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Satu terobosan, kita ingin beri insentif lebih besar bagi daerah yang berkinerja baik. Bagaimana instrumen TKD kita kaitkan ke kinerja daerah," jelas Luky.
Luky pun menyebutkan prinsip dalam pemberian insentif fiskal adalah keadilan, di mana daerah memiliki kesempatan yang sama. Kemudian, dapat diperbandingkan menggunakan pengukuran kinerja dan indikator yang sama.
Lalu, objektif dengan menggunakan pengukuran kinerja yang tidak menimbulkan penafsiran ganda. Prinsip selanjutnya adalah terukur, menggunakan data kuantitatif dan/atau kualitatif yang dapat dikuantitatifkan dan akuntabel, sehingga data indikator yang diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau K/Lteknis yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta Indikator penilaian merupakan kewenangan dan kinerja pemda langsung.
Lebih lanjut, Luky mengatakan pagu akan dibagi menjadi dua bagian. Pertama sebesar Rp 4 triliun atas penilaian kinerja tahun sebelumnya.
Poinnya adalah untuk daerah berkinerja baik, meliputi pengelolaan keuangan pemerintah, pelayanan dasar, dukungan fokus kebijakan nasional dan sinergi kebijakan pemerintah. Poin berikutnya adalah untuk daerah tertinggal yang berkinerja baik.
Bagian kedua sebesar Rp 4 triliun untuk kinerja tahun berjalan. Rinciannya, dialokasikan dengan menggunakan kriteria dan kategori tertentu, yaitu dalam beberapa periode dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Reformasi Desentralisasi Fiskal
Melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) berupaya mewujudkan reformasi desentralisasi fiskal.
Hal ini untuk mendukung perbaikan layanan publik, pemerataan pembangunan, dan percepatan transformasi ekonomi, sehingga kesejahteraan yang adil dan merata dapat dirasakan oleh masyarakat di seluruh Indonesia.
Pemerintah menghadirkan APBN untuk masyarakat melalui instrumen Transfer ke Daerah (TKD) yang mendukung akselerasi transformasi ekonomi dan menjadi wujud bukti nyata #UangKita untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia.
Sebelumnya, Luky juga mengungkapkan keinginannya memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah. Tujuannya untuk melakukan desentralisasi ekonomi dan membangun pusat-pusat ekonomi di daerah masing-masing, sehingga tercipta lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan.
Dana Alokasi Umum TA dalam Mendukung Pengadaan PPPK
Alokasi Dana Alokasi Umum TA 2024 per daerah mengalami kenaikan alokasi dari alokasi TA 2023 karena adanya tambahan beban kebutuhan penggajian PPPK tahun 2022 dan 2023 yang diangkat tahun 2023 dan 2024.
Kemudian, ada tambahan beban kebutuhan belanja pegawai untuk memenuhi kenaikan gaji sebesar 8%.
Selanjutnya, pemerintah tetap konsisten mengalokasikan DAU Earmarked untuk kebutuhan penggajian PPPK tahun 2023 yang akan diangkat tahun 2024.
Dana Transfer Khusus
Porsi Dana Transfer Khusus mencapai seperempat dari total pagu transfer ke daerah, maka pengelolaannya harus semakin berkualitas. Pemerintah menetapkan peningkatan Dana Alokasi Khusus Fisik dan Nonfisik pada untuk tahun 2024.
Semula DAK Fisik Rp 53,4 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp 53,8 triliun di tahun 2024. Lalu, DAK Nonfisik dari Rp 130,3 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp 133,7 triliun pada tahun 2024. Beda halnya dengan hibah kepada daerah yang menurun dari Rp 2,1 triliun di tahun 2023 menjadi Rp 0,5 triliun di tahun 2024.
Simak Video "Video: Kemkomdigi Minta Tambahan Anggaran Rp 12,6 T di 2026"
[Gambas:Video 20detik]
(ncm/ega)