Ringgit Malaysia Ambrol ke Level 4,76/US$, Terendah Sejak 1998

Ringgit Malaysia Ambrol ke Level 4,76/US$, Terendah Sejak 1998

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 20 Okt 2023 16:36 WIB
Transaksi ekonomi di batas Indonesia-Malaysia selalu menarik untuk disimak. 2 nilai Mata uang, Ringgit Malaysia dan Rupiah Indonesia pun berlaku disini. Penasaran? Lihat aja foto-fotonya disini.
Ilustrasi Ringgit - Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Mata uang Malaysia, ringgit, jatuh ke level 4,76 per dolar Amerika Serikat (AS). Angka ini merupakan yang terendah sejak tahun 1998 atau tepatnya dalam 25 tahun terakhir, sejak krisis keuangan melanda Asia.

Dilansir dari Bernama, Jumat (20/10/2023), pada pukul 18.03 Kamis kemarin, mata uang lokal Malaysia itu turun menjadi 4,76 terhadap dolar AS (US$) dari 4,74 per dolar AS pada penutupan sehari sebelumnya.

Pelemahan ringgit terhadap dolar AS telah terjadi pada saat penutupannya dalam lima hari berturut-turut. Ekonom menilai, pelemahannya pada Kamis kemarin disebabkan kenaikan imbal hasil (yield) Treasury AS hingga mempengaruhi sentimen terhadap mata uang lokal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Managing Partner SPI Asset Management Stephen Innes mengatakan, ringgit telah jatuh dan bisa semakin melemah kecuali mendapat dorongan dari Federal Reserve yang mengambil langkah kurang agresif atau data AS yang lebih lemah.

"Imbal hasil AS yang lebih tinggi pada dasarnya membebani ringgit hari ini. "Karena risiko di Timur Tengah relatif rendah karena upaya diplomasi, penurunan nilai ringgit disebabkan oleh hasil dari Departemen Keuangan AS," katanya.

ADVERTISEMENT

Selain terhadap dolar AS, Ringgit juga melemah terhadap sekelompok mata uang utama lainnya, seperti terhadap euro menjadi 5,02 dari sebelumnya 5,01, juga terhadap yen di 3,18 dari 3,16 pada penutupan Rabu. Sedikit berbeda, ringgit justru menguat terhadap pound Inggris menjadi 5,77 terhadap pound dari 5,78,

Prospek Ringgit di 2024

Sementara itu, hasil riset dari RHB Research menunjukkan, pada 2024 ringgit akan bergerak di kisaran 4,40 hingga 4,70 terhadap dolar. Hal ini didorong oleh inisiatif Anggaran 2024.

Kemudian analisis kuantitatifnya menunjukkan, ringgit akan mendapatkan keuntungan dari peningkatan suku bunga, perdagangan, dan matriks fiskal. Namun ringgit juga akan terpengaruh harga minyak yang lebih rendah dan utang pemerintah yang lebih tinggi.

"Ringgit mungkin akan mengalami konsolidasi pada awal kuartal pertama 2024 di sekitar 4,6 hingga 4,7 terhadap dolar AS pada kuartal I/2024 karena puncak suku bunga The Fed pada kuartal kuartal IV/2023 dan perilaku short-covering seiring dengan membaiknya latar belakang ekonomi makro Malaysia-sentris pada paruh pertama 2024," jelas laporan tersebut.

Riset tersebut juga menyebut, ringgit akan didukung oleh peningkatan neraca transaksi berjalan dan neraca fiskal pada 2024. Sementara pemulihan di FTSE Bursa Malaysia KLCI dan penurunan dolar AS akan membantu.

RHB Research menambahkan, ringgit dapat menghadapi hambatan dari potensi konsolidasi pada harga minyak Brent dan utang publik nasional yang lebih tinggi di tahun 2024. Lembaga tersebut optimis, berdasarkan proyeksi produk domestik bruto (PDB) Malaysia akan meningkat 4,6% dengan keseimbangan risiko yang cenderung ke atas atau positif.

"Meskipun ada perlambatan ekspor dalam pembacaan terakhir, kami memperkirakan indikator-indikator eksternal Malaysia yang berfrekuensi tinggi (terutama perdagangan dan manufaktur) akan didukung pada tahun 2024 ketika angin (kondisi) perdagangan membaik," bunyi laporan tersebut.

Selain itu, disebutkan pula bahwa anggaran 2024 akan berdampak positif pada PDB dan ekuitas, lalu kemungkinan akan memberikan tekanan inflasi yang meningkat. Lembaga juga melihat anggaran terbaru bersifat ekspansif, dengan alokasi besar untuk pembangunan dalam sektor-sektor prioritas dan kelompok-kelompok sasaran.

Di lain sisi, lembaga memproyeksikan perbaikan data perdagangan kuartal IV/2023, dan mempertahankan proyeksi ekspor pada 2023 sebesar -9,4% yoy, dibandingkan proyeksi resmi sebesar -7,8% yoy. Lembaga juga melihat beberapa tanda penurunan risiko, seperti perlambatan siklus teknologi global yang mungkin mendekati akhir, dan ada tanda-tanda awal pemulihan dalam ekonomi China.

(shc/kil)

Hide Ads