Tapera di Mata Gen Z, Untung atau Buntung?

Tapera di Mata Gen Z, Untung atau Buntung?

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 17 Jun 2024 07:00 WIB
KPR Tapera
Foto: Ilustrasi Tapera (Tim Infografis Fuad Hasim)
Jakarta -

Pernyataan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai perdebatan seiring kuatnya penolakan di masyarakat. Menurut Sandiaga Generasi Z atau disingkat Gen Z akan kesulitan membeli rumah jika tidak ada program seperti Tapera.

sebelumnya Sandiaga Uno menilai Gen Z akan kesulitan punya rumah jika tidak dibantu pembiayaannya, Hal ini disampaikannya lewat video dalam akun Instagram @sandiuno beberapa Waktu lalu.

"Kebutuhan terhadap perumahan rakyat itu merupakan keniscayaan. Karena kalau tidak dilakukan sekarang, ditunda-tunda terus, gen Z nggak akan pernah bisa punya rumah. Saya bisa jamin," ujar pria yang akrab disapa Sandi itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Gen Z tidak akan bisa punya rumah kalau tidak dibantu dari sekarang untuk pendanaan. Jadi memang ini sebuah pil pahit harus kita ambil. Tapi sesuatu yang tidak populer, tapi kita harus semuanya bersama-sama," sambungnya.

Tapera sendiri tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera. Iuran Tapera akan memotong sebesar 2,5% gaji pekerja baik swasta maupun PNS, dan 0,5% ditanggung perusahaan.

ADVERTISEMENT

Tapera hadir sebagai upaya pemerintah memberikan keringanan pembiayaan perumahan. Namun ternyata, para pekerja Gen Z memiliki pandangan berbeda, seperti halnya Yusuf Imron. Ia menilai, penerapan iuran Tapera secara wajib justru akan memberatkan masyarakat, ditambah lagi dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana 'umat' yang terbilang rendah.

"Menurut saya sebagai masyarakat, kebijakan tersebut memberatkan, ditambah ketidak percayaan saya terhadap pengelolaan uang tersebut, dikhawatirkan malah dijadikan ladang korupsi," kata Yusuf, kepada detikcom, Minggu (16/6/2024).

Rendahnya kepercayaan ini berkaca pada sejumlah kasus korupsi pengelolaan dana masyarakat oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Apabila Tapera tetap ingin diterapkan, Yusuf malah berharap agar tunjangan pejabat yang sedemikian besar itu bisa dipangkas untuk mendukungnya, alih-alih memangkas gaji pekerja.

Di sisi lain, ia mengakui bahwa harga rumah di Indonesia setiap tahunnya semakin mahal hingga di luar nalar. Namun demikian, membeli rumah bukanlah prioritasnya saat ini sehingga iuran seperti Tapera belum dibutuhkannya.

"Sampai saat ini lebih milih ngontrak dulu sambil nabung beli cash. Nggak mau punya utang saja," ujarnya.

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Rizky Julianto, pekerja Generasi Z lainnya. Ia tak menyetujui skema Tapera yang disebut-sebut hadir mempermudah kepemilikan rumah tapi seakan-akan memaksa. Padahal menurutnya, Indonesia masih jauh dari kata siap untuk mengelolanya.

"Karena secara pengelolaan Indonesia masih jauh dari kata siap. Kalau kita benchmark sama negara-negara maju yang punya konsep kayak gitu dari pengeluaran pajak dan lain-lain, kita harus benerin sistem di pemerintahannya dulu," kata Rizky, dihubungi terpisah.

Sebagai seseorang yang bekerja di dunia konsultan bisnis, Rizky sering bekerja sama dengan pemerintah dan melihat langsung kondisinya seperti apa dalam hal pengelolaan. Ditambah lagi, kepercayaan masyarakat terbilang rendah terhadap pemerintah.

"Indonesia ini secara mayoritas ekonomi masih banyak di kalangan menengah ke Bawah, plus total penduduk yang banyak. Jelas ini jadi polemik buat kebijakan ini, dengan embel-embel statement generasi millenial/gen z susah buat punya rumah," ujarnya.

Secara harga, Rizki mengakui bahwa harga rumah kian mahal dan memberatkan dirinya yang belum memiliki aset rumah pribadi. Namun demikian, membeli rumah belum menjadi prioritasnya saat ini. Saat ini, Rizky memilih untuk menabung terlebih dulu dan membeli rumah dengan cash atau tunai kelak di masa mendatang.

Benarkah Gen Z nggak bisa punya rumah tanpa ada program seperti Tapera? Langsung klik halaman berikutnya

CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menilai, bantuan pembiayaan perumahan memang dibutuhkan karena harga rumah pasti akan jauh meningkat di atas kenaikan penghasilan. Hal ini berlaku tidak hanya untuk Gen Z, tetapi untuk semua generasi.

"Kalau dengan suku bunga biasa cukup berat. Kalau Tapera bisa memenuhi sumber dana murah dengan bunga yang relatif murah seharusnya bisa lebih terjangkau dari cicilan per bulannya," kata Ali dihubungi terpisah.

Pandangan senada disampaikan oleh Direktur Global Asset Management Steve Sudijanto. Menurutnya, Gen Z perlu bantuan pemerintah untuk kepemilikan rumah pertama. Namun memang hal ini tidak terpatok dengan Tapera.

"Program kepemilikan rumah itu adalah target oriented yang wajib disediakan bagi Gen Z yang golong prioritas dan produktif. Mereka berminat memiliki rumah sebagai kategori pemilik rumah pertama. Banyak cara untuk mendukung kebutuhan mereka," kata Steve, dihubungi terpisah.

Untuk mempermudah Gen Z dalam pembelian rumah, menurut Steve, pemerintah wajib fokus kepada First Time Home Buyer yang qualified, punya NPWP dan BPJS, serta ingin membeli rumah untuk ditempati.

"Pemerintah harus berani memberikan Harga Fixed untuk nilai properti yang dialokasikan untuk rumah atau unit apartment Tapera (apabila diterapkan). Syarat harga harus fixed dan apabila ada selisih inflasi harus ditanggung Pemerintah," ujarnya.

Sementara itu, Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho juga berpandangan bahwa Gen Z ataupun generasi lainnya bisa saja membeli rumah tanpa bantuan pembiayaan. Kuncinya ialah menabung.

Namun memang menabung sendiri akan membutuhkan waktu yang lebih lama bagi masyarakat untuk bisa membeli rumah. Karena itulah, hadir berbagai bantuan pembiayaan seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

"Jaman dulu kita udah mulai kesulitan untuk membeli rumah tanpa pembiayaan, bisa nggak bisa, bisa-bisa saja kalau tanpa pembiayaan. Tapi tentu menabungnya akan lebih lama, karena namanya pembiayaan itu baik dari bank, multi finance, itu tujuannya sebagai leverage, pendorong supaya nabungnya belakangan, dibantu dulu, pinjemin duit untuk beli rumahnya, kemudian kita yang ngangsur, nyicil ke lembaga pembiayaan ataupun bank tersebut," terang Andy, dihubungi terpisah.