Pernyataan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai perdebatan seiring kuatnya penolakan di masyarakat. Menurut Sandiaga Generasi Z atau disingkat Gen Z akan kesulitan membeli rumah jika tidak ada program seperti Tapera.
sebelumnya Sandiaga Uno menilai Gen Z akan kesulitan punya rumah jika tidak dibantu pembiayaannya, Hal ini disampaikannya lewat video dalam akun Instagram @sandiuno beberapa Waktu lalu.
"Kebutuhan terhadap perumahan rakyat itu merupakan keniscayaan. Karena kalau tidak dilakukan sekarang, ditunda-tunda terus, gen Z nggak akan pernah bisa punya rumah. Saya bisa jamin," ujar pria yang akrab disapa Sandi itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gen Z tidak akan bisa punya rumah kalau tidak dibantu dari sekarang untuk pendanaan. Jadi memang ini sebuah pil pahit harus kita ambil. Tapi sesuatu yang tidak populer, tapi kita harus semuanya bersama-sama," sambungnya.
Tapera sendiri tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera. Iuran Tapera akan memotong sebesar 2,5% gaji pekerja baik swasta maupun PNS, dan 0,5% ditanggung perusahaan.
Tapera hadir sebagai upaya pemerintah memberikan keringanan pembiayaan perumahan. Namun ternyata, para pekerja Gen Z memiliki pandangan berbeda, seperti halnya Yusuf Imron. Ia menilai, penerapan iuran Tapera secara wajib justru akan memberatkan masyarakat, ditambah lagi dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana 'umat' yang terbilang rendah.
"Menurut saya sebagai masyarakat, kebijakan tersebut memberatkan, ditambah ketidak percayaan saya terhadap pengelolaan uang tersebut, dikhawatirkan malah dijadikan ladang korupsi," kata Yusuf, kepada detikcom, Minggu (16/6/2024).
Rendahnya kepercayaan ini berkaca pada sejumlah kasus korupsi pengelolaan dana masyarakat oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Apabila Tapera tetap ingin diterapkan, Yusuf malah berharap agar tunjangan pejabat yang sedemikian besar itu bisa dipangkas untuk mendukungnya, alih-alih memangkas gaji pekerja.
Di sisi lain, ia mengakui bahwa harga rumah di Indonesia setiap tahunnya semakin mahal hingga di luar nalar. Namun demikian, membeli rumah bukanlah prioritasnya saat ini sehingga iuran seperti Tapera belum dibutuhkannya.
"Sampai saat ini lebih milih ngontrak dulu sambil nabung beli cash. Nggak mau punya utang saja," ujarnya.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Rizky Julianto, pekerja Generasi Z lainnya. Ia tak menyetujui skema Tapera yang disebut-sebut hadir mempermudah kepemilikan rumah tapi seakan-akan memaksa. Padahal menurutnya, Indonesia masih jauh dari kata siap untuk mengelolanya.
"Karena secara pengelolaan Indonesia masih jauh dari kata siap. Kalau kita benchmark sama negara-negara maju yang punya konsep kayak gitu dari pengeluaran pajak dan lain-lain, kita harus benerin sistem di pemerintahannya dulu," kata Rizky, dihubungi terpisah.
Sebagai seseorang yang bekerja di dunia konsultan bisnis, Rizky sering bekerja sama dengan pemerintah dan melihat langsung kondisinya seperti apa dalam hal pengelolaan. Ditambah lagi, kepercayaan masyarakat terbilang rendah terhadap pemerintah.
"Indonesia ini secara mayoritas ekonomi masih banyak di kalangan menengah ke Bawah, plus total penduduk yang banyak. Jelas ini jadi polemik buat kebijakan ini, dengan embel-embel statement generasi millenial/gen z susah buat punya rumah," ujarnya.
Secara harga, Rizki mengakui bahwa harga rumah kian mahal dan memberatkan dirinya yang belum memiliki aset rumah pribadi. Namun demikian, membeli rumah belum menjadi prioritasnya saat ini. Saat ini, Rizky memilih untuk menabung terlebih dulu dan membeli rumah dengan cash atau tunai kelak di masa mendatang.