Terdapat dua jenis risiko yang dikenal luas dalam dunia ekonomi dan bisnis yaitu risiko spesifik perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah unsystematic risk dan risiko sistematik (systematic risk) yang mempengaruhi pasar secara keseluruhan.
Kedua risiko tersebut memiliki karakteristik yang berbeda serta cara penanggulangan yang juga berbeda. Risiko sistematik erat kaitannya dengan risiko makro yang berskala nasional juga global.
Dalam beberapa waktu belakangan ini, kondisi ekonomi dan politik global mengalami dinamika baru di luar tren yang sudah ada. Bahkan setelah terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat ke-47 menggantikan Joe Biden, dinamika ekonomi politik global bergerak lebih random dan unpredictable seiring dengan random-nya kebijakan Trump.
Setelah Trump menjadi Presiden Amerika Serikat kembali, kebijakan Amerika Serikat sulit terbaca, kadang pagi hari masih kedelai sore sudah menjadi tempe. Dinamika baru ini menjadikan risiko sistematik jauh lebih besar dan tentunya lebih menantang. Salah satu risiko sistematik yang menjadi perhatian dunia saat ini adalah risiko peperangan.
Namun pada masa Trump ini, risiko peperangan mengalami perluasan yang sangat signifikan, bukan hanya peperangan dalam arti sesungguhnya tetapi telah meluas ke dalam bentuk perang teknologi, perang mata uang, dan perang dagang. Bahkan saat ini, istilah kedua perang yang disebutkan terakhir tadi jauh lebih populer dibanding perang dalam arti sesungguhnya.
Transformasi Risiko
Genderang perang teknologi, perang mata uang, dan perang dagang sudah mulai ditabuh oleh Trump. Trump sangat menyadari bahwa saat ini Amerika Serikat sudah mulai tertinggal. Bahkan dari sisi ekonomi, struktur ekonomi Amerika Serikat sudah berbentuk seperti gelembung sabun, besar namun kosong dan sangat mudah pecah.
Amerika Serikat dalam satu dekade terakhir mulai dikuntit oleh Tiongkok yang menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia. Bila tren ini dibiarkan maka sangat mungkin dalam waktu yang tidak lama Amerika Serikat sebagai negara adidaya hanya tinggal legenda.
Genderang perang yang telah ditabuh oleh Trump telah memaksa adanya transformasi struktural yang prematur. Trump memaksa untuk menciptakan keseimbangan baru dalam rantai pasok perdagangan dan mata uang. Peperangan ini tentu berdampak secara langsung terhadap anatomi risiko secara keseluruhan baik risiko spesifik maupun risiko sistematik.
Transformasi risiko ini juga terlihat dari world uncertainty index dan political risk index yang mengalami peningkatan signifikan sejak awal tahun 2025. Transformasi risiko tersebut akan terasa di seluruh sektor tidak terkecuali sektor jasa keuangan.
Sektor jasa keuangan akan menghadapi berbagai risiko global yang dapat mengganggu stabilitas dan kondisi pasar secara keseluruhan. Beberapa risiko utama yang sudah mulai terasa meliputi fluktuasi harga komoditas, ketidakpastian dan fragmentasi geopolitik, potensi resesi global, dan perubahan fundamental ekonomi yang disebabkan masifnya penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI).
Beberapa waktu lalu Trump mulai mempermasalahkan penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dalam sistem pembayaran di Indonesia. Trump juga memprotes kartu debit yang dikeluarkan oleh bank-bank di Indonesia yang terhubung dengan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Bahkan Trump sudah mulai menebar ancaman dan hukuman dengan kenaikan tarif bagi negara-negara yang dianggap tidak "bersahabat" dengan Amerika Serikat termasuk Indonesia.
Tebaran ancaman dan hukuman ini akan mengubah fragmentasi ekonomi politik dunia yang berujung pada iklim persaingan usaha. Penerapan asas resiprokal dan keterbukaan persaingan usaha akan berwujud menjadi pedang bermata dua, peluang sekaligus ancaman. Jika tidak dapat dimanfaatkan dengan baik maka penerapan asas resiprokal dan keterbukaan persaingan usaha seperti yang digaungkan Trump akan berujung pada inefisiensi pasar.
Klik halaman selanjutnya...
(ang/ang)