Berkali- kali kami saling kontak, berkali-kali pula kami saling melempar janji. Terakhir pihak developer menghubungi saya agustus akhir. Mereka menagih saya kapan melunasi DP, dan saya juga tidak mau kalah meminta kepastian kapan rumah saya jadi. Mengingat sudah sejak lebaran hingga email ini saya tulis, belum ada satupun tukang yang mengerjakan rumah saya.
Sudah tiga belas bulan ini pun tukang keluar masuk dan gonta-ganti orangnya. Masalah saya ini juga dialami oleh tiga hingga empat rumah sejajar saya (masih dalam satu blok) saya menunggu nunggu kesempatan siapa tahu ada di antara kami yang komplain melalui (harapan saya sih) suara pembaca surat kabar manapun ya tidak pernah ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dan sepengetahuan saya, dalih bahwa siapa tahu kami ini adalah menunggak semua sepertinya kurang tepat. Mengingat dua di antara kami ada yang merenovasi desain (meskipun juga pada kenyataannya mangkrak) karena si pemilik sepertinya juga menangkap gelagat bahwa developer tidak memiliki manajerial waktu yang baik.
Pertanyaan saya bolehkah saya tidak berniat melunasi DP sepeser pun dengan catatan saya yang akan meneruskan (serah terima kunci dengan kondisi seperti ini pun tidak apa-apa). Sebagai tambahan kondisi bangunan rumah saya jauh dari kata layak untuk bisa ditempati, kusen, pintu, jendela belum ada, atas tertutup namun belum rapi, depan belum rapi, pagar yang dijanjikan belum terpasang, dll.
Untung ataupun rugi akan saya konsultasikan kepada salah satu insinyur terdekat untuk ikut bersama saya mensurvey rumah saya. Mengingat saya rugi waktu, dan mungkin biaya andai ternyata dana yang akan saya keluarkan lebih besar untuk merampungkan rumah saya.
Andai boleh bagaimana caranya?
Saya mau saja melunasi DP yang kurang karena bagaimanapun itu hak pengembang, namun saya kuatir meskipun dilunasi, pembangunan tetap molor (mengingat ya itu tadi, ada tetangga renovasi desain toh tetap molor juga ).
DP yang kurang ini saya jadikan 'senjata' sebetulnya meskipun saya tahu itu tidak dibenarkan. Tapi kalau molor lagi kan saya yang repot. Saya mau komplain ke developer ya tidak enak karena masih nunggak DP.
Mohon pendapatnya. Terimakasih banyak
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaannya ibu Raihanah,
Memang dalam setiap transaksi pembelian rumah, baik dengan cara tunai maupun dengan dicicil (KPR), tidak selalu berjalan mulus. Apalagi apabila rumah yang hendak dibeli belum dibangun sama sekali, masih direncanakan pembangunannya dari developer, atau biasa disebut indent. Hal-hal yang tidak diinginkan dapat saja terjadi dikarenakan faktor-faktor teknis maupun non-teknis seperti salah satunya yang ibu ceritakan.
Permasalahan seperti yang ibu jelaskan dalam pertanyaan memang salah satu hal yang perlu ditindaklanjuti dengan cepat dan dengan berorientasi pada solusi dari kedua belah pihak agar tidak belarut-larut sehingga menyebabkan ketidaknyamanan untuk menempati tempat tinggal yang dijanjikan. Untuk mencoba menyelesaikan permasalahan yang ada, salah satu hal yang dapat ibu lakukan saat ini adalah dengan mencoba melakukan pengecekan kembali perjanjian-perjanjian yang ada, brosur, atau hal-hal lain yang ‘mengikat’ ibu dan pihak developer.
Dalam hal apabila ibu telah melunasi DP rumah akan tetapi pihak developer belum menyelesaikan kewajibannya sesuai dengan yang dijanjikan, maka ini dapat masuk dalam tindakan wanprestasi. Karena ibu dalam hal ini sebagai konsumen akan terikat dan dapat dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Adapun di Indonesia saat ini, Undang-Undang yang berlaku adalah Pasal 9 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”), dimana pelaku usaha dilarang untuk menawarkan, memproduksi, dan mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau nyata.
Berikut kutipan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen, sebagai berikut:
“(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a) barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b) barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c) barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d) barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e) barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f) barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g) barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h) barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i) secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j) menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k) menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen di atas, maka dapat dilihat bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksi, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa, yang seolah-olah menunjukkan bahwa (i) barang dan/atau jasa tersebut tersedia, dan (ii) mengandung janji yang belum pasti.
Jika di dalam perjanjian , brosur, atau dokumen-dokumen lainnya yang ada ternyata developer menjanjikan adanya fasilitas-fasilitas perumahan, yang ternyata tidak terpenuhi, maka developer tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum (unlawful act), yaitu melanggar Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen. Lebih lanjut, pelanggaran atas Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen juga dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak sebesarRp. 2.000.000.000,- (dua miliar Rupiah).
Dikarenakan ibu sampai saat inipun belum melunasi sisa pembayaran DP rumah yang mungkin bisa membuat pihak developer juga merasa belum mendapatkan hak nya, maka yang perlu ibu lakukan adalah melakukan cek kembali terhadap perjanjian-perjanjian yang ada, apabila memang pada akhirnya ibu merasa dirugikan dan tidak terlindungi hak-hak nya seperti tercantum dalam UU Perlindungan konsumen diatas, maka ibu dapat menempuh jalur hukum apabila dikehendaki.
Demikian penjelasannya, semoga dapat membantu.
(ang/ang)