Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 berada di zona negatif yakni -5,32%. Capaian tersebut menjadi yang terendah sejak kuartal I 1999 yang minus 6,13%. Bila capaian minus tersebut berlanjut sampai ke kuartal selanjutnya, maka ekonomi nasional sangat mungkin masuk ke jurang resesi.
Agar tahan banting menghadapi dampak resesi, masyarakat wajib memiliki dana cadangan atau dana darurat. Meski begitu, masyarakat tetap diperbolehkan berinvestasi di tengah situasi tersebut. Dengan catatan, ada beberapa strategi investasi yang perlu diubah agar kantong tetap kebal selama resesi nanti.
"Resesi bukan berarti tidak berinvestasi. Resesi hanya mengubah strategi kita dalam berinvestasi. Kurangi investasi di pasar modal, tambah investasi di fixed income dan likuid," ujar Perencana Keuangan Zelts Consulting Ahmad Gozali kepada detikcom, Kamis (6/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Investasi fixed income atau investasi pendapatan tetap adalah produk investasi yang sudah pasti memberikan pendapatan seperti bunga dan nilai uang yang diinvestasikan tidak akan berkurang. Contoh investasi fixed income adalah deposito, tabungan di bank yang memberi bunga dan pasar uang.
Sedangkan investasi yang likuid adalah investasi yang mudah dikonversikan menjadi uang tunai dalam waktu singkat. Misalnya obligasi dan reksadana dan lain sebagainya.
Namun, untuk memulai investasi pastikan dana cadangan sudah terpenuhi lebih dahulu.
"Kalau dana cadangan sudah memadai, maka sisanya asetnya barulah bisa diinvestasikan dalam bentuk lainnya," tambahnya.
Di samping itu, menurut Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting Tejasari Assad, berinvestasi pun harus disesuaikan dengan profil risiko masing-masing.
"Bila Anda termasuk orang konservatif, pilihlah produk investasi yang risikonya rendah seperti emas, deposito, tabungan berjangka, reksa dana pasar uang," katanya.
Namun, bila Anda termasuk moderat bahkan agresif bisa mengkoleksi aset yang lebih beragam lagi.
"Kalau kita moderat, pilih produk reksa dana pasar uang dan reksa dana campuran untuk investasi jangka panjang. Kalau kita agresif, bisa membeli saham atau reksa dana saham untuk jangka panjang," tutupnya.
Baca juga: Resesi, Krisis, Depresiasi Adalah? |
(eds/eds)