Ironis, adalah kata yang paling bisa menggambarkan apa yang sedang dialami oleh beberapa orang dengan asuransi yang dimilikinya. Seharusnya, asuransi menjadi produk keuangan yang melindungi seseorang dari kerugian, namun yang terjadi justru sebaliknya.
Akhir pekan lalu, ramai berita tentang adanya sebuah grup di Facebook yang menamakan diri mereka sebagai 'korban penipuan' salah satu perusahaan asuransi.
Salah satu orang mengklaim bahwa mereka sudah melakukan transfer dana rutin setiap bulan Rp 1 juta rupiah selama 7 tahun. Namun, ketika melakukan pencairan, yang mereka dapatkan hanyalah Rp 32 juta-an saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai di sini, siapa yang salah menurut Anda? Apakah perusahaan asuransinya, produk asuransinya, tenaga pemasar asuransinya, atau mungkin orang yang membeli asuransinya?
Dari sudut pandang seorang nasabah, bisa jadi yang dianggap salah adalah perusahaan asuransinya. Nasabah menilai, perusahaan asuransi dengan produknya dianggap tidak memberikan apa yang telah ditawarkan kepadanya.
Tapi sebelum menyalahkan perusahaan asuransi tentang produknya, ada baiknya kita memahami bahwa untuk terbitnya sebuah produk dari perusahaan asuransi itu pastilah ada diskusi internal dari perusahaan asuransi sebagai penyedia produk.
Sebagai produsen, tentu perusahaan asuransi ingin memberikan produk yang bermanfaat untuk nasabah. Apalagi, bagus-tidaknya produk tersebut akan berimbas kepada citra dan kredibiltas sebuah perusahaan, bukan?
Apalagi, jika perusahaan asuransi tersebut adalah perusahaan asuransi yang memiliki track record yang terjaga, brand yang bagus, dan citra baik yang tentu saja terus mereka pertahankan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Ibarat kata, sebuah perusahaan besar sebagai produsen mie terkenal tentu akan melakukan diskusi internal terlebih dahulu sebelum mengeluarkan sebuah varian baru, kan? Tidak mungkin mereka mengeluarkan sebuah produk hanya untuk mengecewakan konsumennya.
Kecuali perusahaan asuransinya adalah perusahaan asuransi abal-abal. Bisa saja kemudian mengeluarkan sebuah produk asuransi yang ditujukan hanya untuk mengambil keuntungan sepihak saja dari korbannya.
Meski tidak menutup kemungkinan juga, ini dilakukan perusahaan asuransi yang berizin, walaupun kecil kemungkinannya karena adanya regulasi dan pengawasan yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kembali kepada kasus yang sedang ramai, yang perlu diketahui selanjutnya adalah apakah produk asuransi tersebut adalah produk asuransi yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan asuransi yang legal dan dalam pengawasan OJK?.
Jika jawabanya iya seperti apa? Dan bila jawabannya tidak lalu akan seperti apa? Kita akan lanjutkan pembahasan di artikel sambungan berikutnya. Yang jangan pernah lupa adalah selalu buat tujuan keuangan yang benar. Gunakan tools seperti financial calculator atau aplikasi seperti yang bisa diunduh di sini. Karena sudah mendekati bulan Ramadhan, ada juga yang versi syariahnya, bisa dibuka di sini.
Anda bisa melakukannya dengan belajar perencana keuangan bersertifikasi secara online secara mandiri (self study), mudah, terjangkau, dan bisa belajar sesuai waktu kita. Untuk info-info kelas secara online (self study) baik yang gratisan ataupun biaya terjangkau sekali, bisa dilihat di sini.
(ara/ara)