Investasi Apa yang Aman dari Inflasi Gila-gilaan?

Investasi Apa yang Aman dari Inflasi Gila-gilaan?

Ilyas Fadilah - detikFinance
Senin, 11 Jul 2022 08:06 WIB
woman hand showing envelope and Indonesia rupiah money
Investasi Apa yang Aman dari Ancaman Inflasi Gila-gilaan?/Foto: Getty Images/iStockphoto/melimey
Jakarta -

Inflasi menjadi permasalahan pelik yang dihadapi negara-negara di dunia. Belum usainya pandemi COVID-19, ditambah konflik Rusia dan Ukraina semakin memperburuk kondisi inflasi saat ini.

Turki sempat mencatatkan inflasi di angka 80%, tertinggi selama 20 tahun terakhir. Inflasi tinggi juga terjadi di Argentina yang mengalami lonjakan hingga 60%.

Sementara itu, inflasi di Indonesia tembus di angka 4,35% secara tahunan pada Juni 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut realisasi itu merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bulan lalu, The Fed atau Bank Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga acuan 0,75%. Kenaikan bunga acuan AS dilakukan saat inflasi menyentuh 8,6%. AS juga disebut terancam masuk jurang resesi.

Di tengah tingginya inflasi, investasi apa yang aman dan tetap cuan? Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, ada kekhawatiran yang muncul di masyarakat akibat perkembangan ekonomi dunia saat ini. Investor cenderung meningkatkan saving dan mengurangi masuk ke instrumen-instrumen yang berisiko tinggi.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, perencana keuangan Safir Senduk berpendapat, investasi perlu dilakukan meskipun inflasi sedang meroket. Menurutnya, investasi dapat menjadi 'senjata' menghadapi badai inflasi.

"Sangat perlu kita berinvestasi untuk bisa mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari inflasi, supaya kita bisa menghadapi inflasi itu sendiri," ujar Safir kepada detikcom, dikutip Senin (11/7/2022).

Masyarakat disarankan untuk cerdik dalam memilih instrumen investasi. Menurutnya, investasi harus bisa memberikan hasil lebih tinggi dari angka inflasi itu sendiri.

Lihat juga video 'Inflasi di Argentina Diperkirakan Capai 70%':

[Gambas:Video 20detik]



Instrumen investasi apa yang aman? Cek halaman berikutnya.

Sementara itu, Di tengah turbulensi pasar yang terjadi Nafan mengamati investor cenderung berinvestasi pada emiten-emiten dengan fundamental yang solid.

"Kalau misalnya di kelas saham sih bisa cermati emiten yang mengalami kinerja pertumbuhan. Misalnya kalau Mirae Asset Sekuritas Indonesia, saya mencermati rating yang overweight. Misalnya banking termasuk sektor overweight yang direkomendasikan," kata Nafan. Nafan berpendapat, potensi pertumbuhan kredit akan tercapai di tahun ini.

Selain bank, ada juga sektor pertambangan seperti metal mining, batu bara, untuk investasi bersifat jangka panjang. Sektor infrastruktur juga cukup potensial, mengingat Indonesia yang berkomitmen untuk melanjutkan proyek IKN.

Safir mengatakan, saham yang memberikan dividen bila dapat menghasilkan lebih tinggi dari 8%, mungkin-mungkin saja dipilih. Sedangkan investasi deposito cenderung sulit karena hanya sekitar 4% per tahun.

Untuk reks adana, Safir menyebut boleh-boleh saja dipilih, selama bisa menghasilkan lebih tinggi dari angka inflasi. Sementara Nafan menyebut bahwa reksa dana dengan pertumbuhan yang konsisten bisa menjadi opsi untuk investasi.

Namun, perlu diingat jika tidak semua reksadana, saham, atau kripto, bisa memberikan hasil yang sesuai. Dalam hal ini masyarakat harus pandai dalam membaca potensi.

Nafan dan Safir merekomendasikan masyarakat berinvestasi di instrumen emas.

"Emas bisa. Cuma yang lucu itu, emas umumnya hanya bagus, naik harganya kalau terjadi ketidakstabilan. Sebagai contoh ada virus baru saat pandemi, orang jadi panik, beli emas, permintaan jadi naik. Tapi kalau keadaan ekonomi biasa-biasa saja, emas juga biasa-biasa saja," ujarnya.

Selain itu, stok emas di dunia cenderung stabil bahkan berlebih. Artinya, jenis barang yang berlebihan mungkin tidak mengalami kenaikan yang berarti.

Terkait kripto, Safir menyebut jika saat ini adalah saat yang tepat untuk masyarakat masuk ke aset kripto. Alasannya karena harganya yang sedang rendah.

"Kalau harganya bergejolak, mending masuknya sekarang. Kalau lagi turun ini kesempatan bagus untuk kita jadi miliuner," katanya menambahkan. Namun, karena pasar kripto sangat volatile, ia menyarankan untuk masuk ke aset yang pasti-pasti saja seperti Bitcoin dan Ethereum.

Namun, Nafan berpendapat jika aset kripto memiliki risiko yang sangat tinggi. Oleh karena itu, diperlukan mitigasi yang tepat, atau sebaiknya masuk ke instrumen investasi yang risikonya bisa dimitigasi.

Masyarakat disarankan untuk tidak menginvestasikan semua asetnya. Sekitar 70%-80% boleh dipakai investasi, sementara 20%-30% sebaiknya ditabungkan.

"Investasi jangan pernah semua. Tapi kesalahan banyak orang adalah ia taruh semua. Nah kalo dia taruh semua, risikonya kalo turun ya dia nggak punya apa-apa lagi," tutup Safir.


Hide Ads