Awas Ada Ancaman Resesi, Ini Sederet Investasi yang Bisa Cuan Gede

Awas Ada Ancaman Resesi, Ini Sederet Investasi yang Bisa Cuan Gede

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Selasa, 02 Agu 2022 15:32 WIB
Indonesian Rupiah - official currency of Indonesia
Awas Ada Ancaman Resesi, Ini Sederet Investasi yang Bisa Cuan Gede/Foto: Getty Images/iStockphoto/Yoyochow23
Jakarta -

Memasuki paruh kedua 2022 banyak ekspektasi pasar yang berubah dari pandangan awal tahun. Pilihan investasi perlu menjadi perhatian agar dinamika ekonomi global tidak membuat 'dompet kempes'.

Kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) diperkirakan tetap agresif, dan dapat mencapai 3,4% pada akhir tahun. Pertumbuhan ekonomi global ] 2022 diperkirakan lebih lemah dari proyeksi sebelumnya, turun menjadi 2,9% dari perkiraan sebelumnya 4,1%.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan kemungkinan resesi yang menimpa Indonesia terbilang kecil. Bahkan, Indonesia termasuk negara yang ekonominya masih bisa melakukan ekspansi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Negara-negara yang masih bisa ekspansi, termasuk Indonesia. Probabilitas resesi Indonesia bersama India persentasenya masih rendah," papar Airlangga dalam Mid Year Economic Outlook Bisnis Indonesia, Selasa (2/8/2022).

Namun, masyarakat juga patut untuk tetap berhati-hati dan pintar-pintar dalam memilih instrumen investasinya di antara sederet produk yang tersedia. Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Dimas Ardhinugraha menyampaikan, ada beberapa tips investasi di tengah kondisi resesi seperti sekarang ini.

ADVERTISEMENT

"Di tengah kondisi pasar yang sangat dinamis penting sekali bagi investor untuk memiliki portofolio yang terdiversifikasi untuk meminimalisir risiko dan volatilitas. Tinjau kembali profil risiko dan aset alokasi portofolio anda," ujar Dimas dalam keterangannya, dikutip Selasa (2/8/2022).

Lebih lanjut Dimas mengatakan, pastikan untuk memiliki bauran instrumen investasi yang memiliki unsur long-term growth serta instrumen dengan profil risiko yang konservatif untuk menjaga tingkat volatilitas portofolio.

"Di reksa dana, terdapat pilihan yang tersedia bagi investor untuk menyesuaikan dengan profil risiko masing-masing. Terdapat reksa dana saham yang memberikan unsur pertumbuhan jangka panjang, serta reksa dana pendapatan tetap dan pasar uang yang dapat memberikan unsur stabilitas bagi portofolio Anda," tambahnya.

Sementara itu, Dimas menjelaskan ada beberapa instrumen lain yang dapat dipergunakan, salah satunya saham. Ia menjelaskan, ekspektasi terhadap pemulihan ekonomi domestik menjadi katalis positif bagi pasar saham Indonesia.

"Hal tersebut dikarenakan kondisi ekonomi yang lebih baik akan mendorong perbaikan kinerja keuangan emiten Indonesia, terutama setelah 2 tahun kondisi pandemi yang menekan kinerjanya itu," ujar Dimas.

Instrumen investasi lain di halaman berikutnya.

Simak juga Video: Sri Mulyani: Dunia Tidak Baik-baik Saja, Inflasi di Berbagai Negara

[Gambas:Video 20detik]



Di sisi lain, ia menambahkan, walaupun volatilitas jangka pendek tetap dapat terjadi karena sentimen global, pasar saham tetap menawarkan potensi yang menarik di tahun ini didukung perbaikan fundamental.

Obligasi pun menjadi instrumen berikutnya yang Dimas sarankan. Meski demikian, dalam beberapa bulan pertama di tahun ini, pasar obligasi mengalami pergerakan yang cukup fluktuatif.

"Pasar obligasi bergerak fluktuatif di paruh pertama tahun ini. Sentimen pasar dibayangi oleh naiknya imbal hasil US Treasury dan ketidakpastian di pasar domestik menyangkut harga BBM dan listrik, serta dampaknya terhadap inflasi domestik," tutur Dimas.

Di sisi lain ia menambahkan, ekspektasi kenaikan suku bunga AS yang sudah diantisipasi oleh pasar juga dapat membuat volatilitas pasar lebih minimal. Selain itu, naiknya anggaran subsidi dan kompensasi energi juga mengurangi faktor ketidakpastian di pasar domestik.

Sebagai tambahan informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami akselerasi tahun ini didukung oleh normalisasi aktivitas masyarakat, berlawanan dengan ekonomi global yang melambat.

Di mana saat ini, Indonesia berada dalam posisi yang lebih suportif didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang membaik, harga komoditas yang suportif, tingkat inflasi terjaga dan kebijakan bank sentral yang akomodatif.

"Indikator ekonomi terkini terus menunjukkan perbaikan, terlihat dari indeks keyakinan konsumen yang kembali ke level sebelum pandemi dan juga pertumbuhan kredit yang terus menunjukkan perbaikan," ujar Dimas.

Selain pertumbuhan ekonomi yang positif, Indonesia juga diuntungkan oleh tingkat inflasi domestik yang relatif terjaga. Pemerintah memutuskan untuk menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi demi menjaga harga listrik bersubsidi dan BBM Pertalite.

"Kebijakan ini positif untuk menjaga tingkat inflasi dan mendukung daya beli masyarakat. Dari sisi APBN, kenaikan anggaran subsidi akan dikompensasi oleh kenaikan pendapatan negara dari sektor komoditas yang tinggi," tambahnya.

Dimas mengatakan, tingkat inflasi domestik yang terjaga memberi ruang bagi Bank Indonesia untuk tidak perlu buru-buru menaikkan suku bunga.

"Berlawanan dengan bank sentral negara maju yang berlomba-lomba menaikkan suku bunga untuk menghadapi lonjakan inflasi. Inflasi inti menjadi patokan bagi BI dalam menentukan kebijakan suku bunga," katanya.


Hide Ads