Kenaikan Suku Bunga Guncang IHSG, Investasi Apa yang Masih Bisa Cuan?

Kenaikan Suku Bunga Guncang IHSG, Investasi Apa yang Masih Bisa Cuan?

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Selasa, 27 Sep 2022 10:24 WIB
Ilustrasi Investasi
Foto: Shutterstock/
Jakarta -

Iklim investasi RI saat ini tengah mengalami gejolak. Kondisi ini seiring dengan perekonomian global yang tidak stabil, imbas dari beberapa kondisi geopolitik dunia. Ditambah lagi, belum lama ini bank sentral AS menaikkan suku bunga 75 bps untuk ketiga kalinya berturut-turut demi mengendalikan inflasi.

Karena kondisi inilah, Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) hari ini ditutup melemah setelah seharian bergerak di zona merah. IHSG hari ini turun 51 poin (0,71%) ke level 7.127. Nilai tukar rupiah terhadap dolar pun per hari ini sempat mencapai level Rp 15.129.

Belum lagi, Bank Indonesia juga baru-baru ini menetapkan kenaikan suku bunga acuan 0,5% atau 50 bps menjadi 4,25%. Cepat atau lambat, kondisi ini juga akan berimbas pada kenaikan suku bunga kredit di bank-bank lainnya, serta kenaikan bunga deposito.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun saat ini beberapa bank belum menaikkan bunga deposito. detikcom mengecek bunga deposito dari Bank Mandiri, BCA dan BNI dengan pembayaran bulanan di bawah Rp 100 juta. Untuk Bank Mandiri, diberikan bunga 2,25% untuk tenor 1 dan 3 bulan. Lalu 2,5% untuk tenor 6 - 24 bulan.

Sementara Bank Central Asia (BCA), memberikan suku bunga yang sama untuk seluruh tenor dan jumlah deposito di 1,9%. Sedangkan BNI untuk tenor 1 bulan dan 3 bulan diberikan bunga 2,25%. Lalu tenor 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan 2,5%.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain kenaikan suku bunga acuan oleh BI memberikan imbas signifikan terhadap pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat jatuh cukup dalam setelah pengumuman suku bunga acuan dilakukan oleh BI

Lalu instrumen investasi apa yang pas dalam kondisi saat ini?

Perencana keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho mengatakan, masyarakat sebaiknya memilih berinvestasi di instrumen yang risikonya menengah ke rendah. Dalam kondisi ini, pasar saham memiliki resiko yang relatif besar.

"Pasar saham tentu masih bisa memberikan keuntungan namun risikonya relatif besar, dan perlu diikuti dengan lebih seksama pergerakannya agar bila tiba-tiba anjlok maka kita bisa segera melakukan cut off," terang Andy kepada detikcom, Senin (26/09/2022).

Sementara mengenai instrumen deposito yang mengalami kenaikan, Andy mengatakan, apabila 'ditandingkan' dengan kenaikan inflasi, tentu instrumen itu tidak terlalu menarik. Oleh karena itu, ia lebih menyarankan instrumen surat berharga negara atau obligasi.

"Pilihan yg pertengahan antara saham dan deposito adalah Surat Berharga Negara seperti ORI22 yang sedang dijual oleh pemerintah. Imbal hasilnya lebih tinggi dibandingkan deposito, namun risikonya tidak setinggi saham," jelasnya.

Andy pun mencontohkan dengan asumsi bunga deposito rata-rata 3% per tahun, atau setelah dikurangi pajak 20%, yang diterima nasabah menjadi 2,4%. Sementara menurut data Bloomberg, inflasi tahunan di bulan Agustus 2022 ada di 4,72%.

"Yang artinya meskipun uang nasabah bertambah 2,4%, namun dibandingkan dengan inflasi maka daya belinya justru menurun," tambahnya.

Di sisi lain, sedikit berbeda dengan Andy, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaib menyebut instrumen deposito bisa menjadi opsi terbaik, terutama untuk investor awam, mengingat resikonya terbilang rendah.

"Memang deposito seolah tidak ada artinya, hanya seberapa. Tapi yang paling aman tanpa resiko ya deposito. Pada saat BI menaikkan suku bunga 4,25, berarti deposito berjangka pun mengalami kenaikan. Nah, kredit pun juga mengalami kenaikan. Jadi sangat wajar lah kalau seandainya deposito ini akan menjadi investasi unggulan," kata Ibrahim.

Kondisi deposito yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga Rp 2 miliar pun turut meningkatkan kepercayaan Ibrahim terhadap instrumen ini. Apalagi, mengingat banyak pula investor yang tidak mau ambil resiko besar.

"Biasanya deposito ini kebanyakan adalah nasabah-nasabah awam. Nasabah yang mereka tidak mau ambil pusing. Sehingga apa? mereka punya duit, ambil deposito," tambahnya

Berbeda dengan saham yang risikonya tinggi. Menurutnya, instrumen ini untuk orang yang sudah terbiasa melakukan investasi di saham. Artinya high pay high return, ada untung pasti ada rugi.

Bagaimana dengan yang sudah berinvestasi di saham? Lanjut di halaman berikutnya.

Ibrahim menyampaikan, di tengah kondisi seperti sekarang ini dengan IHSG yang anjlok, masyarakat yang telah mengambil posisi di saham sebaiknya mempertahankan posisinya itu.

"Yang sudah masuk posisi ya diemin dulu karena pasti akan terjadi fluktuasi. Kalau seandainya keluar pun pasti rugi," kata Ibrahim.

Ia menjelaskan, kondisi fundamental ekonomi Indonesia sendiri cukup bagus, berbeda dengan AS dan Eropa. Dengan demikian, ada kemungkinan terjadinya koreksi dalam waktu cepat.

"Artinya apa, pada saat harga di bawah, mungkin besok akan terjadi koreksi, nah di besoknya lagi ini bisa mengambil posisi beli," jelasnya.

Oleh karena itu, Ibrahim menyampaikan, para investor perlu mempertahankan posisinya karena perdagangan saham di RI masih berpotensi, dengan adanya kemungkinan indeks harga saham gabungan akan turun. Begitu pula dengan nilai rupiah terhadap dolar.

Sementara itu, Ibrahim juga memperingatkan, saat ini belum waktunya bagi para investor saham untuk kembali berinvestasi di instrumen tersebut. Ia memprediksi, kondisi akan membaik di hari rabu pekan ini.

"Belum, saat ini belum waktunya. mungkin di hari rabu. saat itu investor saham bisa melakukan pembelian," ungkap Ibrahim.



Simak Video "Video: BKPM Catat Investasi Rp 2 Ribu T Gagal Masuk RI di 2024, Kenapa?"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads