Bukan Rusunami Tapi Rusunawa yang Cocok Buat Warga Jakarta

Bukan Rusunami Tapi Rusunawa yang Cocok Buat Warga Jakarta

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Selasa, 23 Jan 2018 18:31 WIB
Foto: Michelle Alda Gunawan
Jakarta - Pengamat properti atau Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai rumah susun sederhana milik (Rusunami) tak cocok untuk menjawab kebutuhan hunian bagi warga Jakarta, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau di bawah Rp 4,5 juta per bulan.

Menurutnya, dengan penghasilan sebesar itu, maka warga tak memiliki kemampuan untuk membeli rumah dengan harga rusunami yang berkisar Rp 185 hingga Rp 400 juta. Rumah susun sederhana sewa atau Rusunawa pun dirasa jadi pilihan yang lebih tepat.

"Tidak bisa dipaksakan juga MBR beli rumah karena daya belinya enggak ada. Artinya solusinya mau enggak mau ya rusunawa atau sewa. Itu yang terjadi di kota-kota besar negara lain pun seperti itu. Tidak semua bisa membeli tapi ketika dia mau bekerja di Jakarta, maka mesti disediakan hunian meskipun itu sewa," katanya kepada detikFinance saat dihubungi di Jakarta, Selasa (23/1/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rusunawa dirasa lebih cocok karena MBR berpenghasilan Rp 4,5 juta ke bawah di Jakarta dianggap tak mampu membeli rusun dengan cicilan berkisar Rp 1,5 hingga 1,7 juta per bulannya.

Jika pun ada subsidi, menurut dia hal itu bakal membebani APBD dan tak memenuhi syarat pemberian subsidi untuk warga berpenghasilan sebesar Rp 4,5 juta.

"Artinya kalau masyarakat yang Rp 4,5 juta ke bawah itu tidak bisa memiliki hunian, itu tidak bisa dipaksakan dengan subsidi karena itu akan membebani APBD. Yang bisa dilakukan kalau tidak bisa membeli, mau tidak mau, dia akan sewa. Artinya musti ada program hunian sewa untuk kaum pekerja di Jakarta. Karena program DP Rp 0 ini tidak langsung menyasar MBR ternyata," jelasnya.

Masyarakat pekerja formal dengan penghasilan Rp 4,5 juta ke bawah sendiri kata Ali merupakan kelompok masyarakat yang belum mendapatkan bantuan penyediaan perumahan dari pemerintah, padahal potensi dari kelompok tersebut menurut dia cukup banyak di Jakarta.


Adapun program Rusunawa yang disediakan pada zaman Gubernur Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok hanya menyediakan untuk masyarakat terdampak program normalisasi.

"Jadi lebih ke yang betul-betul kaum pekerja, yang gajinya Rp 4,5 juta dan bukan kaum informal. Jadi cover-nya diperluas," ucapnya.

Program penyediaan rusunawa untuk pekerja formal dengan kategori masyarakat berpenghasilan Rp 4 juta ke bawah ini, kata dia bisa mematok biaya sewa Rp 300 hingga Rp 500 ribu per bulannya. Hal tersebut bisa direalisasikan dengan membangun rusunawa di tanah milik Pemda.

"Kalau kos-kosan saja, Rp 300-500 ribu itu bisa per bulan. Jadi yang kita sasar itu kaum pekerja Jakarta yang enggak bisa beli rumah tapi bisa mencicil. Yang 300, 500, 750 ribu pun ada," pungkasnya.

(eds/ang)

Hide Ads