Hunian dengan konsep TOD memanfaatkan lahan di stasiun milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk dibangun tempat tinggal dengan kemudahan akses transportasi yang ditawarkan. Salah satunya rusun yang nempel di Stasiun Tanjung Barat, yang akan dibangun awal Juni ini dan ditargetkan rampung pada 2021.
"Itu sekitar 1.200 rusun, pokonya rampung dalam durasi tiga tahun, kita akan mulai konstruksi lapangan pada Juni 2018," papar Direktur Korporasi dan Pengembangan Bisnis Perumnas, Galih Prahananto kepada detikFinance, Kamis (17/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam proses pembangunan rusun di Tanjung Barat ini Galih menjelaskan akan dibangun dalam dua seksi, dengan total anggaran Rp 200 miliar di seksi pertama sebanyak 1.200 unit rusun kemudian Rp 150 miliar di seksi dua.
"Untuk yang awal itu di seksi satu kita akan mengeluarkan anggaran sekitar Rp 200 miliar. Pembangunan rusun akan terbagi menjadi 2 seksi. kita bangun Rp 200 miliar kemudian sisanya lebih kecil yaitu sekitar Rp 100-150 miliar," kata dia.
Dengan durasi pengerjaan seksi satu yaitu sekitar 2,5 tahun. Dalam durasi pengerjaan pembangunan rusun di seksi pertama, pemasaran dan penjualan unit rusun di seksi dua akan mulai dibuka. Jika pemasaran seksi duah sudah sampai 50% baru kemudian pembangunan seksi dua akan berlangsung tanpa harus menunggu pembangunan seksi satu rampung.
"Durasi totalnya itu 2,5 tahun, jadi yang pertama itu ada yang 2,5 tahun selesai tapi di tengah tengah seksi satu tadi, seksi kedua mulai. Jadi semuanya akan selesai dalam waktu 3 tahun," jelas dia.
Dalam proyek ini, Perumnas akan membangun membangun perumahan menjulang berjenis rumah susun sederhana milik (rusunami) dan apartemen sederhana milik (anami). Sebab proyek ini ditujukan untuk masyarakat menengah dan menengah ke bawah.
Namun bagi calon pembeli ada persyaratan yang diterapkan. Untuk rusunami diprioritaskan bagi masyarakat yang belum memiliki rumah. Selain itu karena pembeli untuk rusunami akan mendapatkan subsidi, maka dibatasi untuk masyarakat berpenghasilan maksimum Rp 7 juta per bulan.
"Jadi gaji maksimum Rp 7 juta dan belum punya rumah. Lalu belum pernah utang bank untuk beli rumah, tidak punya tanah warisan. Jadi benar-benar orang yang belum punya rumah. Sehingga bisa diberi fasilitas FLPP," terang Galih.
Sementara untuk anami, akan diprioritaskan bagi masyarakat di sekitar lokasi. Sebab tujuan utama dari proyek berbasis TOD agar masyarakat bisa menghemat waktu maupun ongkos dari rumah menuju stasiun. (dna/dna)