-
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan adanya kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan tahun 2018.
Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 24 Tahun 2018 yang diundangkan pada 4 April 2018.
Berikut ini fakta seputar naiknya NJOP tersebut seperti dirangkum detikFinance, Sabtu (7/7/2018).
Gubernur DKI Anies Baswedan telah menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan pedesaan dan perkotaan tahun 2018. Begini rinciannya:
 Foto: Nadia Permatasari/Infografis |
"Anda lihat sejarah kenaikan NJOP, jangan lihat tahun ini aja. Nanti Anda lihat sejarahnya, Anda baru lihat," kata Anies di Hotel Cempaka, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (6/7/2018).
"Coba Anda lihat kenaikan NJOP selama 5 tahun, terakhir seperti apa dari situ nanti Anda bisa simpulkan," lanjutnya.
Sebelumnya, keputusan naiknya NJOP tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 24 Tahun 2018 yang diundangkan pada 4 April 2018.
Dengan adanya keputusan tersebut, maka Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayarkan warga DKI Jakarta semakin mahal.
Pemprov DKI dinilai tidak menjelaskan dulu ke publik sebelum menetapkan kebijakan tersebut.
"Nah itu harusnya disampaikan dulu oleh pemerintah daerah kepada publik. Kok tiba tiba NJOP naik gitu, jadi tidak fair," kata Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio kepada detikFinance, Jakarta, Jumat (6/7/2018).
Menurutnya, tanpa adanya penjelasan yang disampaikan pemprov ke masyarakat, kenaikan NJOP bisa menimbulkan pertentangan di publik.
"Orang keberatan semua. Nanti orang bilang situasi ekonomi lagi begini kok naik NJOP," sebutnya.
Pemprov harusnya sebelum menaikkan NJOP menjelaskan ke masyarakat secara jelas.
"Kebijakan itu kan harus diputuskan ketika memang sudah dianalisa dengan baik, bahwa memang pertumbuhan sektor ekonomi begini, pemda kurang dana karena sudah membangun, sebutkan A B C D E, perlu dana sekian. Itu kan di kita tidak dibiasakan tiba tiba naik saja karena kita perlu uang," jelasnya.
Dijelaskannya, jika pemprov bisa lebih terbuka kepada publik, maka masyarakat tidak akan keberatan dengan kenaikkan NJOP.
"Tentang keterbukaan informasi itu dilaksanakan, sehingga kalau itu sudah jalan masyarakat tidak akan terlalu diberatkan dan terasa berat," tambahnya.
Agus menyebut dengan naiknya NJOP maka harus memberi dampak terhadap peningkatan layanan dan fasilitas umum publik.
"NJOP naik, lalu apa yang dikembalikan pada masyarakat, kan semua retribusi pajak kan dampaknya peningkatan layanan umum dan fasilitas umum," kepada detikFinance, Jakarta, Jumat (6/7/2018).
Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta yang menaikkan NJOP ini harus sudah punya planning untuk apa hasilnya digunakan.
"Harus lihat dulu NJOP itu naiknya, itu kan semacam pajak retirbusi ya, artinya dia planning-nya ke depan uang itu untuk apa, itu yang harus dibuka, karena memang kita tahu ada pembangunan dan sejenisnya," lanjutnya.
Dia menekankan kenaikan NJOP harus betul dirasakan oleh masyarakat, dan jelas buat apa kenaikan tersebut.
"Misalnya dikatakan dalam 5 tahun semua fasilitas pejalan kaki, trotoar itu jadi, dia perlu dana. Misalnya transportasi Transjakarta 15 koridor selesai. Misalnya LRT segala macam selesai," sebutnya.
"Kemudian kita mendapatkan pelayanan publik seperti ngurus KTP, ngurus segala macam secara online mudah. Urus tanah juga, soal kepemilikan tanah, kepastian tanah," tambahnya.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan nilai jual objek pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan 2018 di Jakarta rata-rata naik 19,54 %. Sandiaga menyebut kawasan yang NJOP-nya naik sebagian besar mengalami perubahan fisik.
"Untuk objek-objek PBB yang memiliki kenaikan di atas rata-rata pada umumnya dipengaruhi antara lain oleh misalnya adanya perubahan fisik lingkungan lahan dan tanah kampung menjadi perumahan real estate. Juga perubahan fungsi lahan dari tanah kosong menjadi kawasan perdagangan atau apartemen," kata Sandiaga di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (6/7/2018).
Selain itu, kenaikan NJOP juga terjadi di kawasan yang mengalami perubahan zona. Sandiaga memastikan sudah menyesuaikan besaran kenaikan NJOP antara daerah satu dengan daerah lain yang saling berdekatan.
"Ketiga, pemutakhiran lokasi objek pajak. Sebelumnya mungkin terdapat di zona dalam. Namun, karena adanya perluasan lahan, tiba-tiba ada di bangun jalan tol, akses, sehingga dari segi nilainya ada pertambahan secara signifikan," terang Sandiaga.
"Untuk menjaga keseimbangan NJOP antar kawasan, kita lakukan penyesuaian agar dipastikan ada keseimbangan dari satu lokasi ke lokasi yang lain walaupun berbatasan sehingga tidak menimbulkan kecemburuan," sambung pria yang akrab disapa Sandi itu.
Sandiaga juga memastikan kenaikan NJOP Bumi dan Bangunan 2018 ini sudah disesuaikan dengan harga pasar, sebab, ada perbedaan yang cukup signifikan antara besaran NJOP tahun 2017 dengan harga pasaran.
"Terakhir penyesuaian akibat perbedaan antara harga pasar dibandingkan dengan NJOP yang ditetapkan tahun sebelumnya cukup jauh. Ini kita lakukan penyesuaian juga. Kita ingin bagaimana caranya meminimalisir kehilangan potensi PBB tapi juga di BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan atau bangunan)," ujar Sandiaga.