Jakarta -
Persoalan lahan dalam debat calon presiden (capres) putaran kedua masih hangat sampai saat ini. Debat capres putaran kedua sendiri digelar pada Minggu (17/2/2019).
Ramainya pembahasan soal lahan tak lain karena capres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) menyinggung lahan capres 02 Prabowo Subianto. Menurut, Jokowi, Prabowo menguasai ratusan ribu hektar (ha) lahan.
Masalah ini berbuntut panjang. Tim Advokasi Indonesia melapor ke Bawaslu karena Jokowi dinilai menyerang personal Prabowo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melaporkan, satu, dalam hal ini Pak Jokowi, terkait dengan apa yang telah beliau sampaikan semalam pada saat debat capres kedua di Hotel Sultan Jakarta, bahwa yang beliau sampaikan itu lebih pada menyerang pribadi, pada fitnah," ujar anggota Tim Advokasi Indonesia Bergerak, Djamaluddin Koedoeboen di Kantor Bawaslu, Senin (18/2/2019).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pun buka suara berkaitan penguasaan lahan. Berikut berita selengkapnya dirangkum
detikFinance:
Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah sekarang memiliki kebijakan satu peta (one map policy). Adanya kebijakan ini, pemerintah mengetahui persoalan lahan, termasuk pemilik lahan.
Dari situ, dirinya mengaku tahu pemilik yang punya tanah berlebih.
"Mereka lupa ada one map policy. Itu ya memang dan dibuat bukan baru, wong (saat) saya Kepala Staf Presiden itu sudah dibuat tujuannya supaya nggak ada over lapping tanah. Kita tahu siapa saja pemilik tanah yang berlebihan kan," kata Luhut usai pertemuan dengan Dubes Belanda di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Meski tidak merujuk pada satu orang, Luhut mengkritik orang yang menguasai lahan hingga ratusan ribu bahkan jutaan hektar.
"Kalau punya tanah sampai 500 ribu ha, dan satu juta ha kan nggak bener juga," jelas dia.
Sementara itu, terkait pelaporan Tim Advokasi Indonesia kepada Jokowi ke Bawaslu, Luhut memilih tutup suara. Ia meminta agar awak media menanyakan langsung ke pihak terkait.
"Ya saya nggak mau (komentar), tanya saja ke mereka," kata dia.
Luhut membenarkan adanya pihak-pihak yang menguasai lahan ratusan ribu hektar. Namun, Luhut enggan menyebut siapa saja pemilik lahan saat dikonfirmasi hal tersebut.
"Tinggal teliti lagi, saya nggak komentar sekarang mengenai itu, kita lihat aja," kata Luhut di kantornya, Rabu (20/2/2019).
Meski begitu, Luhut menerangkan, pemerintah sendiri saat ini memiliki kebijakan satu peta (one map policy). Dia bilang, dengan one map policy maka kepemilikan lahan menjadi data publik dan bisa diakses.
"Ya memang gini, sekarang dengan one map policy, catat itu, itu kan jadi public data. Kalian nanti bisa Google masuk ke situ. Media kan seneng itu lihat-lihat aja hartanya siapa-siapa," ujarnya.
Luhut mengatakan, kebijakan ini untuk mengatasi masalah kepemilikan lahan berlebihan. Di zaman Presiden Joko Widodo, hal tersebut tak lagi terjadi.
"Itu akan mencegah kita untuk kepemilikan tanah berlebihan, mungkin yang lalu sudah kejadian. Tapi, sekarang Presiden bilang kita nggak mau itu terjadi. Sehingga zaman Presiden Jokowi tidak akan terjadi seperti itu lagi," ujarnya.
"Persiden nggak mau melihat masa-masa lalu. Sebab nanti jadi masalah, karena banyak sekali itu yang bermasalah. Dan itu satu breakthrough presiden kita ada one map policy," tutupnya
Halaman Selanjutnya
Halaman