"Nah yang agak repot itu yang ketiga. Yang ketiga itu adalah pemerintah akan melepaskan kawasan hutan di berbagai kabupaten, maupun ada juga di provinsi, untuk dilepaskan dari kawasan hutan. Jadi batas-batasnya sudah ada tapi belum ada peruntukannya," tutur Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Darmin mengatakan, pemerintah telah menentukan batas-batas lahan yang akan didistribusikan ke masyarakat dan dapat difungsikan sebagai fasilitas umum, maupun sebagai lahan usaha seperti hortikultura dan perkebunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, menurutnya dalam penentuan penerima lahan tersebut diperlukan bantuan dari pemerintah daerah.
"Itu nanti akan diminta gubernur atau bupati untuk menentukan siapa saja yang dapat, bagaimana pembagiannya, kemudian (kelompok) usahanya apa. Kita akan umumkan luas per kabupaten atau provinsinya, nanti bupati atau gubernur dikasih waktu untuk mencari (penerimanya), kasih daftarnya. Jangan pemerintah pusat lagi yang mencari (calon penerimanya)," papar Darmin.
Nantinya, klaster atau kelompok masyarakat yang dapat melakukan usaha di lahan tersebut. Misalnya, perkebunan, ada klaster perkebunan coklat, kopi, dan sebagainya.
Darmin mengungkapkan, pemerintah tentunya mengarahkan masyarakat untuk membentuk klaster usaha, sehingga pemerintah dapat memberikan bantuan atau pengawasan.
"Kita ingin supaya pengusahanya itu benar-benar klaster. Jadi satu kelompok itu katakanlah dapat 200 Ha untuk 100 keluarga (yang terbentuk dalam satu klaster). Nanti menanamnya apa? Musim ditanamnya kapan? Benihnya dari mana? Yang beli siapa? Nah ini perlu kita urus, tidak dilepaskan saja," terang Darmin.
Perlu diketahui, reforma agraria ini terbagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama yaitu legalisasi aset, kelompok kedua redistribusi tanah yang ada di kawasan hutan kemudian dikeluarkan, kelompok ketiga yaitu pelepasan lahan hutan ini.
(ara/ara)