Padahal, rusun yang dibangun dengan menggunakan APBN sebesar Rp 3,7 triliun tersebut dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung yang lengkap dan mewah untuk sekelas rusunawa. Tak heran, karena saat itu Wisma Atlet Kemayoran dibangun dengan standar internasional yang disusun oleh International Olympic Committee (IOC).
Awalnya wisma atlet Kemayoran disiapkan untuk dijadikan rumah susun sewa untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini telah diproyeksi sejak wisma ini dibangun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun kemudian peruntukannya berubah menjadi rusunawa khusus aparatur sipil negara (ASN) atau PNS dengan alasan masih kurangnya ketersediaan hunian rumah dinas yang bisa dimanfaatkan di Jakarta. Sementara untuk MBR, penyediaan hunian akan dilakukan di sejumlah rusun yang sedang dibangun di ibu kota.
Jalan Wisma Atlet Kemayoran bisa dipakai sebagai hunian PNS sendiri tidak pendek. Di tengah masa kampanye Pemilu 2019 hingga saat ini, nasib penghunian Wisma Atlet Kemayoran belum juga jelas lantaran proses serah terima aset dari Kementerian PUPR sebagai pelaksana pembangunan ke Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) sebagai pemilik aset tak juga rampung.
"Itu kewenangan Mensesneg sebagai pemilik aset, tolong tanyakan ke Setneg. PUPR hanya ditugaskan membangun rusun wisma atlet untuk event Asean Games dan Paragames. Selanjutnya sedang dilakukan proses serah terima aset bangunan ke Setneg," kata Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid kepada detikFinance, Kamis (15/8/2019).
Sebelumnya, Direktur Barang Milik Negara Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Encep Sudarwan mengatakan peruntukan Wisma Atlet Kemayoran sebagai rumah dinas PNS telah final. Kementerian PUPR disebut tengah menghitung besaran tarif sewa yang akan dikenakan nantinya.
"Yang di Kemayoran sudah jelas diperuntukkan rumah ASN. Itu sewanya untuk ASN aktif saja," katanya saat ditemui di Gedung DJKN, Jakarta, Rabu (14/8) kemarin.
Pentarifan rusunawa untuk PNS sendiri bisa jadi berbeda dengan MBR. Peraturan Menteri PUPR Nomor 01/2018 tentang Bantuan Pembangunan dan Pengelolaan Rusun menyebutkan, jika tarif yang ditetapkan tidak dapat dijangkau oleh penghuni rusun, maka dimungkinkan bagi Pemerintah Pusat atau pemerintah daerah memberikan subsidi tarif sewa sesuai kewenangannya.
Pemeliharaan Wisma Atlet sendiri menelan biaya yang cukup besar. Kementerian PUPR bahkan harus menyediakan anggaran Rp 5 miliar untuk kebutuhan listrik dan air selama enam bulan di tahun 2019.
Kosongnya wisma atlet yang dibangun dengan biaya besar tentu menjadi kerugian bagi negara yang kehilangan potensi pemasukan uang sewa. Kekosongan Wisma Atlet juga bisa merusak fasilitas yang ada, terutama fasilitas mebel lantaran perawatannya kurang maksimal.
(eds/ara)