Bisnis Properti Masih Lesu, Faktor Daya Beli?

Bisnis Properti Masih Lesu, Faktor Daya Beli?

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 07 Feb 2020 08:30 WIB
Pembangunan perumahan di sejumlah daerah masih terus berjalan terlihat seorang pekerja sedang memantau proyek rumah di Palembang, beberapa pekan lalu.  PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk terus memberikan komitmennya untuk mendukung pembiayaan pembangunan perumahan yang dibangun dalam rangka program sejuta rumah tahun 2019. Sampai dengan Agustus 2019 tercatat telah disalurkan kredit konstruksi pembangunan perumahan sekitar Rp26,046 Triliun atau naik sekitar 11,64% dari posisi 2018 sebesar Rp25,422 Triliun.
Foto: dok. BTN

Amran Nukman mengungkapkan bahwa daya beli masyarakat saat ini masih rendah dan menyebabkan industri properti tidak mampu tumbuh tinggi.

Rendahnya daya beli masyarakat membuat penjualan properti lesu. Pasalnya uang masyarakat habis untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat, sedangkan peningkatan penghasilan tak seberapa.

"Ya jadi kendala terbesar yang kita pahami bersama daya beli. Orang itu penghasilannya naiknya, kalau pun naik kan nggak besar. Sementara kenaikan harga-harga dan biaya-biaya tumbuhnya melejit jauh," kata dia di Sapo Del Tower, Jakarta, Kamis (6/2/2020).

Berdasarkan hasil diskusi antar pengembang yang tergabung di REI, dia menjelaskan uang bulanan masyarakat habis untuk biaya tempat tinggal, konsumsi untuk hidup sehari-hari, belum lagi kalau ada biaya pendidikan.

"Nah itu saja sudah menelan hampir seluruh penghasilannya," sebutnya.

Sedangkan dulu, dia menyatakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat hanya menghabiskan 2/3 dari penghasilannya dan masih sisa 1/3 untuk mencicil rumah.


"Sementara kalau sekarang (ada) cicilan motor, kalau nyicil mobil, nyicil handphone, itu kan menghabiskan juga penghasilan bulanan. Jadi ujung-ujungnya kalau dalam bahasa sederhana itu menurunnya daya beli," tambahnya.

Lalu pengembang harus berbuat apa? Penjelasannya di halaman selanjutnya.


Hide Ads