Lebih lanjut, Teuku membandingkan antara IMB dan PBG. Saat masih berlaku IMB, pemilik gedung harus mendatangi berbagai instansi serta menyiapkan sejumlah dokumen untuk mendapat izin.
"Kalau IMB izin membangun rumah, IMB harus datang kepada kantor kecamatan, kita sertakan semuanya peta, sertifikat rumah tanah kita, dan sebagainya maka kita minta izin membangun, nanti boleh atau tidak dilihat," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan di PBG, tidak ada lagi mekanisme tersebut. Pembangunan bisa dilakukan selama masuk dalam tata ruang.
"Kalau ini nggak usah datang juga sudah kita tahu boleh bangun ya bangun saja. Sekarang harus ada persetujuan bangun gedung, jadi bukan izin. Kalau dari frasa izin dengan persetujuan yang paling penting diketahui di situ peruntukannya bagaimana," terangnya.
Baca juga: 5 Tahap Urus PBG |
Untuk melihat ketentuan tata ruang ini, katanya bisa ditanyakan langsung ke RT/RW setempat. "Ia masyarakat harus diberitahu, yang memberi tahu ya RT/RW nya. Intinya tidak lagi berbasis izin, itu berbahaya yang menjadi objek dari korupsi, begitu," imbuhnya.
"Sekarang bisa bangun langsung, datang ke pak RT/RW atau kepala desa beritahukan bahwa saya ingin bangun rumah begitu. Maka kepala desa itu akan mengatakan itu jangan bangun di situ, itu jalur hijau, misal begitu, jadi tidak ada lagi," tambahnya.
Ketentuan IMB diganti oleh PBG diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
PBG sendiri adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.
(ara/ara)