Nah kalau di pinggir jalan itu lebih tinggi lagi, dulu hanya Rp 50 ribu per-meter, kalau Sekarang Rp 250 ribu per meterRisman Abdul, Camat Sepaku |
Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) berdampak naiknya harga lahan masyarakat. Kenaikan itu terjadi usai diumumkannya pemindahan ibu kota oleh presiden Joko Widodo pada Agustus 2019 lalu.
"Iya sejak diumumkan presiden, lahan di PPU, khususnya di kecamatan sepaku mengalami kenaikan signifikan," jelas Camat Sepaku, Risman Abdul.
Risman menuturkan kenaikan lahan di wilayahnya di Kecamatan Sepaku bisa menembus 500 persen bahkan lebih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau lahan warga di pinggiran itu yang biasanya 35 sampai 40 juta, kini harganya bisa sampai 150 sampai 200 juta," terangnya.
"Nah kalau di pinggir jalan itu lebih tinggi lagi, dulu hanya Rp 50 ribu per-meter, kalau Sekarang Rp 250 ribu per meter, jadi kalau satu hektar bisa sekitar 2,5 miliar," sambungnya.
Dengan kenaikan itu, diakui Risman banyak masyarakat wilayah Sepaku menahan untuk tidak menjual lahan mereka, dikarena harapan adanya kenaikan di kemudian hari.
"Iya ada aja yang menahan lahannya untuk di jual, mereka berharap agar lahannya di tahun-tahun mendatang bisa makin tinggi," ujarnya.
Selain itu dikatakan Risman, bahwa warga Sepaku adalah merupakan mayoritas trnasmigrasi atau pendatang, ia menyebut hampir seluruh kepala keluarga di wilayahnya memiliki 2 sampai 3 sertifikat lahan, yang jumlahnya rata-rata 2 hektar lahan.
"Di Sepaku mayoritas transmigrasi, notabene satu kepala keluarga memiliki 3 sertifikat yang jumlahnya dua hektar," bebernya.
Kecamatan Sepaku sendiri merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan tiga kabupaten dan satu kota. Yakni Kabupaten Kukar, Kubar, Paser, dan Kota Balikpapan. Kecamatan Sepaku sendiri memiliki luas wilayah 1.172,36 kilometer, dan memiliki area pemanfaatan lahan (APL) seluas 30.000 ribu hektar.
"Luas wilayah APL atau lahan milik warga di Sepaku ini 30 ribu hektar, sisinya merupakan kawasan hutan lahan produksi, dan konservasi, data ini mengacu di data transmigrasi," kata Risman.
Bukan tanpa ada pengendalian, sejak di umumkan sebagai ibukota, pemerintah Kabupaten PPU telah membatasi penjualan lahan, hal itu tertuang di Peraturan Bupati (Perbup) bernomor 22 Tahun 2019 untuk mengatur pengawasan dan pengendalian transaksi jual beli tanah sebagai langkah awal menyikapi rencana pemindahan ibu kota negara. Hal itu dapat dilakukan karena wilayah PPU sebagai otonomi daerah.
"Sampai saat ini kami terus melakukan pengawasan, itu tertuang di perbup nomor 22 tahun 2019, jadi kalau ada masyarakat yang menjual lahan di atas puluhan hektar pasti kita awasi," pungkasnya.
(dna/dna)