Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai pengesahan RUU IKN oleh pemerintah bersama DPR RI terkesan dipaksakan dan terburu-buru.
"Tidak pas dengan situasi kita masih COVID, kemudian kemungkinan akan ada perubahan untuk refocusing (anggaran) terutama untuk ibu kota baru karena dengan ini disahkan otomatis menjadi dasar untuk pengeluaran APBN untuk ibu kota baru. Tentu saja ini akan sangat menyakitkan sebagian masyarakat di tengah situasi kita masih berhadapan dengan pandemi, tapi pemerintah memutuskan pembangunan ibu kota baru lebih cepat dari apa yang diperkirakan," tuturnya.
Dia juga mengkritisi meningkatnya porsi APBN dalam pembangunan IKN. Tauhid juga menilai ada beberapa faktor yang dapat membuat porsi APBN dalam pembangunan IKN terus membengkak. Sebab, alternatif pembiayaan IKN bersumber dari APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), BUMN, serta pendanaan swasta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang benar-benar riil tidak turut campur tangan (pemerintah) adalah swasta, sementara BUMN dan KPBU itu masih ada turut andil pemerintah. Nah, khawatir bahwa sebenarnya mayoritas nanti di kemudian hari anggaran pembangunan ibu kota baru itu adalah sumbernya dari APBN," ujar Tauhid.
Dia mengkhawatirkan jika hal itu terjadi bisa menyebabkan program prioritas lainnya terabaikan, misalnya saja pembangunan di daerah lain.
Lebih lanjut dia jelaskan, porsi swasta dalam pembangunan IKN pun bisa jadi sangat kecil karena proyek tersebut dianggap tidak terlalu menguntungkan. Sebab, IKN sebagai pusat pemerintahan memiliki fungsi ekonomi yang relatif kecil.
Kawasan yang berada di sekitar IKN juga menurutnya kurang menarik untuk industri padat karya lantaran upah buruhnya sudah kemahalan. Jika peran swasta kecil untuk mendanai IKN maka kebutuhan APBN akan meningkat.
"Nah program-program lain akhirnya yang sudah diusulkan oleh daerah-daerah lain di luar Kaltim atau ibu kota baru dia akan gigit jari karena mereka kan nggak dapat apa-apa. Prioritas nasional yang ada di wilayah lainnya bisa tertunda," jelas Tauhid.
"Apalagi sekarang kondisinya adalah kita sudah nggak nambah defisit sampai 2030 sampai 3% (terhadap PDB), sudah tidak dimungkinkan nambah utang lagi lebih besar. Ketika tidak nambah utang ya gimana duitnya (untuk membangun IKN) akhirnya realokasi anggaran pemerintah termasuk bagi daerah," tambahnya.
(toy/eds)